Padel mungkin terlihat seperti tren olahraga baru, tapi di balik itu ada banyak hal yang bisa kita pelajari tentang masyarakat kita hari ini. Tentang bagaimana olahraga bisa jadi simbol status, alat membangun koneksi, dan bagian dari identitas urban.
Jadi, kalau Anda belum pernah mencoba padel, mungkin sekarang saatnya. Tapi, lebih dari itu, mari kita pikirkan: olahraga seperti padel bisa jadi alat untuk membangun komunitas yang lebih inklusif, sehat, dan terhubung. Bukan cuma soal gaya, melainkan juga soal makna.
Menutup tulisan ini, dalam kerangka sosiologi urban, fenomena padel di Surabaya adalah contoh nyata bagaimana praktik budaya dan struktur sosial saling membentuk dan dipengaruhi oleh ruang urban.
Lebih dari sekadar tren olahraga, padel mencerminkan bagaimana kota tumbuh. Bukan hanya secara fisik, melainkan juga secara sosial dan simbolis, sebagaimana yang digambarkan oleh Mike Featherstone dalam Consumer Culture and Postmodernism sebagai aestheticization of everyday life.
Bermain padel bukan lagi sekadar mencari kebugaran, melainkan juga bagian dari branding diri di ruang sosial digital (Instagram ataupun TikTok).
Dengan demikian, memahami padel tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial, ekonomi, dan budaya yang membentuk masyarakat Surabaya hari ini –sebuah masyarakat yang makin menggabungkan nilai-nilai kapitalisme, estetika, dan status sosial dalam setiap aspek kehidupannya. (*)
*) Dhahana Adi Pungkas adalah academic and urban cultural interpreter.