Shanghai People’s City Practice Exhibition Hall adalah paduan ruang pamer dan instrumen refleksi kota. Menyajikan perjalanan Shanghai dari masa industri berat hingga kota modern yang kian manusiawi.
KAMI, jurnalis peserta program China International Press Communication Center (CIPCC) menjejakkan kaki di Shanghai People’s City Practice Exhibition Hall pada 3 November 2025.
Gedung itu terletak di tepi sungai Yangpu. Shanghai. Luasnya kurang lebih 4.500 meter persegi. Sejak lantai pertama, kami sudah disuguhi visualisasi naratif tentang hubungan antara sungai, warga, dan kota sebagai satu ekosistem.
Yangpu Riverside, tempat hall itu berada, punya akar industri yang cukup dalam. Ia menggerakkan pembangkit air (Yangshupu Waterworks), pabrik tekstil, galangan kapal, dan fasilitas tenaga listrik.
BACA JUGA:Siswa ITCC Raih Beasiswa ke Tiongkok (6): Siap Taklukkan Dunia Siber
Jejak-jejak itu dirawat secara hati-hati. Bekas pabrik tekstil direnovasi sebagai ruang kreatif. Bangunan menara air diubah menjadi monumen publik.
Revitalisasi tepi sungai mencakup perancangan ulang sepanjang 15 km sungai. Menghadirkan jalur pedestrian, taman hijau, dan ruang sosial. Ya, revitalisasi itu bukan hanya estetika. Ia menunjukkan bagaimana kota merawat warisannya sekaligus membentuk ruang bersama.
Salah satu pilar tema pameran adalah konsep People’s City: gagasan bahwa pembangunan kota harus berakar pada kebutuhan warga dan melibatkan mereka dalam proses. Narasi ini dilandasi pengalaman kebijakan kota Shanghai — bahwa pembangunan kota modern bukan hanya soal gedung, tetapi soal relasi antara pemerintahan dan masyarakat.
Sebagai kanal partisipasi nyata, Shanghai memiliki 12345 sebagai Hotline Layanan Warga. Nomor ini sudah beroperasi sejak 2012 untuk menerima masukan warga seputar kebijakan publik, pengaduan layanan publik, hingga saran pengembangan kota.
JURNALIS CIPCC mengerumuni display tiga dimensi yang menunjukkan apartemen warga Shanghai tempo dulu. Di lantai ada garis yang menunjukkan luasan apartemen tersebut.-Doan Widhiandono-
Layanan itu berkembang hingga ke aplikasi digital. Data pada ruang pameran menunjukkan bahwa warga masih aktif menyuarakan pendapatnya. Juga keluhannya.
Sebuah grafik memperlihatkan bahwa masukan tertinggi warga adalah soal ketenagakerjaan. Setelah itu tentang kepolisian. Berikutnya, ada soal perumahan, transportasi, sistem pos, dan hukum.
Di ruang itu, pengunjung juga bisa mencoba ’’mengirim’’ masukan atau keluhan, seolah-olah menjadi warga. Memang hanya simulasi. Tapi mencerminkan kota yang mendekatkan warganya ke mekanisme pengambilan keputusan dan respons publik.
Yang terang, ruang pamer itu memang menunjukkan bahwa Shanghai adalah kota yang tumbuh. Tidak hanya dari luasnya. Tapi juga dari kesejahteraan warganya.