Terakhir, hindari meremehkan cerita korban atau menyalahkannya, menyebarkan cerita korban kepada pihak lain, serta memberikan nasihat kepada korban.
Orang-orang terdekat dan terpercaya memegang peranan penting untuk memperbaiki emosional korban.
Setelah Livia, giliran Wawan Suwandi dari Aliansi Laki-Laki Baru, menyampaikan materinya. Ia mengusung topik Menggagas Keterlibatan Laki-Laki dalam Mencegah Kekerasan Berbasis Gender.
Wawan menegaskan bahwa sejak lahir, perlakuan terhadap gender perempuan dan laki-laki telah dipilah dan dibakukan. Sehingga, timbulah perbedaan kelas gender yang membuat pria mendapat kedudukan yang lebih superior.
BACA JUGA:Kunci Hubungan Awet di Tengah Maraknya Perceraian
BACA JUGA:Girlfriend Effect: Perubahan Positif yang Dialami Pria dalam Hubungan Romantis
Namun, kelas sosial itu justru terkadang membuat laki-laki juga bisa merasakan stres yang lebih tinggi.
“Faktanya angka bunuh diri pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Laki-laki dipaksa terjebak dengan toxic masculinity. Ketika laki-laki kelihatan sedih, nangis, lalu bercerita. Maka, akan dibilang lebay, lemah, serta cengeng,” paparnya.
Di sisi lain, menangis dan menceritakan masalah dianggap wajar jika dilakukan oleh perempuan. Padahal, itu hanyalah stigma dan budaya masyarakat yang menganggap gender laki-laki adalah sosok yang selalu dianggap harus bersikap tangguh secara mental maupun fisik. (*)