Proyeksi Pemilu 2029: Kodifikasi Hukum, Digitalisasi, dan Pemanfaatan Bonus Demografi

Rabu 03-12-2025,07:33 WIB
Oleh: Rangga Bisma Aditya*

PEMILIHAN UMUM (Pemilu) 2024 yang digelar secara serentak telah usai dengan penuh gegap gempita serta capaian target yang memuaskan. Namun, pada pelaksanaannya, meski Pemilu 2024 meninggalkan warisan demokrasi yang monumental, sarana kedaulatan rakyat lima tahunan tersebut menjadi beban evaluasi yang mendesak untuk dilakukan upaya mitigasi. 

Menurut August Mellaz, anggota KPU RI, kompleksitas penyelenggaraan dengan lima surat suara serentak dalam satu hari mengakibatkan tingginya beban kerja bagi penyelenggara pemilu serta kemungkinan keterlambatan logistik yang menjadi problematika tersendiri dalam menuntut transformasi fundamental. 

Dibutuhkan evaluasi dan mitigasi dalam bentuk proyeksi regulasi untuk memastikan transparansi, akurasi, dan kelancaran proses demokrasi.

BACA JUGA:Problematik Pemisahan Pemilu Nasional Dan Pemilu Lokal

BACA JUGA:Kebijakan Pendidikan setelah Pemilu 2024

Proyeksi menuju Pemilu 2029 bukan sekadar mengulang siklus lima tahunan secara seremonial, melainkan juga sebuah keharusan untuk merombak sistem demokrasi secara fundamental, berlandaskan prinsip hukum pemilu yang berkeadilan dan berkepastian hukum serta adaptasi terhadap kebutuhan elektoral yang futuristik.

EVALUASI PEMILU 2024 DAN KEBUTUHAN FUTURISTIK PEMILU

Kompleksitas Pemilu 2024, yang mencakup tantangan distribusi logistik, pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, hingga potensi disinformasi dan politik uang, menunjukkan bahwa sistem demokrasi Indonesia berada di titik jenuh struktural. 

Beban logistik yang besar dan kerumitan perhitungan manual, terdapat ribuan desain surat suara yang harus didistribusikan, telah terbukti tidak seefisien dan seakuntabel yang diharapkan. 

BACA JUGA:Membaca Kegagalan PPP di Pemilu 2024

BACA JUGA:Pasar Politik dan Pemilu Damai

Kondisi itu menuntut peninjauan kembali keserentakan pemilu secara borongan yang diputus Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 135/PUU-XII/2024 yang membagi penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu lokal atau setidaknya memilih penyederhanaan mekanisme pemungutan dan penghitungan suara.

Kebutuhan futuristik Pemilu 2029 harus berpusat pada dua pilar: efisiensi sumber daya manusia dan integritas hasil. Itulah saatnya untuk melepaskan diri dari sistem yang sangat bergantung pada ketahanan fisik petugas menuju sistem yang didukung teknologi informasi yang andal dan memiliki legitimasi hukum yang kuat.

KODIFIKASI HUKUM DAN KEPASTIAN REGULASI

Masalah utama yang membelit pemilu Indonesia adalah fragmentasi regulasi. Saat ini pengaturan kepemiluan terpisah dalam beberapa rezim undang-undang (seperti UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dan UU terkait penyelenggara pemilu). 

Kategori :