HARIAN DISWAY - Penyelidikan terhadap kayu gelondongan yang terseret banjir di Sumatra kini membawa pemerintah ke wilayah yang lebih rumit. Tidak sekadar berkutat pada pelaku penebangan liar.
“Kementerian Kehutanan berkomitmen untuk melakukan investigasi secara tuntas material kayu yang terbawa arus banjir,” kata Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, pada Kamis, 4 Desember 2025.
Kemenhut dan Polri bergerak bersama setelah adanya nota kesepahaman investigasi bersama. Penyusuran udara menggunakan drone dilakukan untuk membaca pola kerusakan di sepanjang daerah aliran sungai.
Sementara Alat Identifikasi Kayu Otomatis (AIKO) akan digunakan untuk mengidentifikasi kayu satu per satu. Langkah-langkah itu tampak progresif dan teknis. Namun, penyelidikan sebetulnya tidak berhenti pada kayu yang mengapung.
BACA JUGA:Wapres Gibran Tinjau Banjir Bandang Agam, Pastikan Logistik dan Pengungsi Aman
BACA JUGA:Pemerintah Selidiki Pembalakan Liar Penyebab Banjir dan Longsor Sumatera
Raja Juli mengungkap bahwa terdapat 12 perusahaan yang terindikasi merusak lingkungan di Sumatra Utara. Mereka sedang dalam proses telaah hukum.
Pernyataan itu menguak kemungkinan besar kerusakan berasal dari aktivitas legal yang dijalankan melalui izin negara.
Ketika ditanya lebih spesifik, Raja Juli memilih menahan informasi. Ia tak membeberkan nama perusahaan hingga luasan tanah yang dikelola masing-masing perusahaan itu.
“Saya tidak bisa laporkan karena harus mendapatkan persetujuan dari Bapak Presiden Prabowo Subianto terlebih dulu,” ujarnya.
BACA JUGA:Banjir Sumatra Bukan Salah Alam, Menteri LH Minta Ini ke DPR untuk Usut Pelaku
BACA JUGA:Banjir Bandang Sumatra Belum Ditetapkan Bencana Nasional, Begini Pertimbangan Pemerintah
Yang jelas, paparan Raja Juli itu menunjukkan bagaimana persoalan ekologis tidak pernah sepenuhnya teknis. Transparansi lingkungan masih harus melewati persetujuan politik.
Padahal publik membutuhkan kejelasan, terutama di wilayah hulu, tentang siapa pemilik konsesi dan bagaimana mereka menjalankan usahanya.
Pada saat yang sama, Kemenhut mengakui bahwa banjir yang menewaskan ratusan orang dan menyapu permukiman bukan hanya dipicu cuaca ekstrem. Ada kerusakan daerah tangkapan air (DTA) yang melemahkan perlindungan alami Pegunungan Bukit Barisan di epanjang Pulau Sumatra.