Belum lagi persaingan tidak sehat terhadap pengusaha legal, ancaman PHK di pabrik resmi, dan risiko kesehatan akibat rokok ilegal yang diproduksi tanpa standar. Sering kali mengandung tar dan nikotin berlebih tanpa uji laboratorium.
Untuk menutup celah distribusi, Bea Cukai memperluas sinergi. Baik dengan perusahaan logistik, pelayaran, kejaksaan, bahkan masyarakat umum. Mereka mendorong pelaporan aktif lewat kanal resmi. Karena mata warga lebih banyak daripada mata aparat.
Di sisi teknologi, kecerdasan buatan (AI) mulai diterapkan di pelabuhan dan bandara untuk mendeteksi under invoicing dan dokumen palsu. Alat pendeteksi keaslian pita cukai dan sistem pemetaan berbasis data juga digunakan untuk mengidentifikasi titik rawan peredaran ilegal.
Reformasi DJBC menjadi ujian. Mampukah negara membangun institusi yang transparan, profesional, dan akuntabel? Jika gagal, bukan hanya penerimaan negara yang terancam, tapi juga kepercayaan rakyat terhadap seluruh aparatur negara.
Di lapangan, perang gerilya antara pengusaha rokok ilegal dan penegak hukum terus berlanjut. Rokok ilegal menjadi permasalahan nasional yang bisa menilai harga diri institusi. Dan waktu yang tersisa hanya satu tahun. (*)