SURABAYA, HARIAN DISWAY - Ikatan Kemanusiaan untuk Korban Penghilangan Paksa Indonesia (Ikohi) meluncurkan buku untuk mendiang Oei Hiem Hwie di Lodji Besar, Jalan Makam Peneleh 46, Surabaya, Selasa, 10 Desember 2025.
Acara itu juga diramaikan dengan performance art sebagai bagian dari rangkaian kegiatan. Memang, kegiatan itu digelar bertepatan dengan Hari HAM Sedunia. Juga, 100 hari wafatnya Oei Hiem Wie alias Pak Wie.
Kegiatan tersebut menjadi momentum untuk mengenalkan kembali jasa dan kiprah pendiri Perpustakaan Medayu Agung itu. Acara dibuka oleh Peneliti Sejarah Arief W. Djati, Aktivis HAM Nursyahbani Katjasungkana, dan dosen sejarah Unesa Rojil Nugroho Bayu Aji.
Adapun buku yang diluncurkan adalah Marga Oei yang Murtad. Buku itu berisi antologi yang ditulis beberapa penulis dari berbagai latar belakang. Isinya, tentu menyorot sosok Oei Hiem Hwie dari beragam perspektif.
”Buku ini dibuat untuk mengenang jasa mendiang yang kerap luput dari catatan sejarah pergerakan Indonesia,” kata Arief W. Djati kepada Harian Disway, Rabu, 10 Desember 2025.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Pendiri Perpustakaan Medayu Agung Oei Hiem Hwie: 留取丹心照汗青
BACA JUGA:Oei Hiem Hwie, Penyelamat Bumi Manusia Berpulang di Usia 87 Tahun
Oei Hiem Hwie dengan foto Bung Karno, tokoh yang pernah diwawancarainya saat menjadi wartawan Terompet Masjarakat.-Rizal Hanafi-HARIAN DISWAY
Menurutnya, Oei Hiem Hwie punya jasa besar dalam menghimpun arsip sejak 1965, ketika ia masih berstatus tahanan politik. Upaya itu dilakukan dengan konsisten dan tekun. Sehingga, banyak dokumen penting bisa terselamatkan.
”Pak Wie terus menjaga dan menambah koleksi arsip tersebut hingga akhir hayatnya pada 10 Desember 2024. Dedikasinya membuat generasi muda tetap bisa belajar dari jejak sejarah yang ia tinggalkan,” ujarnya.
Meski berjasa besar dalam dunia literasi dan kearsipan, tak banyak yang mengenal sosok Oei Hiem Hwie. Padahal, Hwie punya peran besar dalam merawat jejak sejarah melalui arsip dokumen yang dikumpulkannya.
”Pak Wie dulu tapol (tahanan politik, Red). Saat ditahan di Pulau Buru, ia bersama Pramoedya Ananta Toer beternak ayam. Telurnya ditukar dengan pensil untuk menulis,” ujar Ketua Ikohi Pusat Dandik Katjasungkana.
Ya, di Pulau Buru itulah Oei Hiem Hwie bertemu dengan Pramoedya Ananta Toer, penulis buku Tetralogi Buru.
BACA JUGA:Mahasiswa MBKM Untag Kunjungan ke Perpustakaan Medayu Agung
BACA JUGA:Urgensi Revisi UU Perbukuan Nasional (2): Mustahil Hidup Penulis Cuma Ditopang Royalti