Pekerja dan Pengusaha Belum Capai Titik Temu Soal Besaran UMP Jatim 2026

Senin 22-12-2025,18:35 WIB
Reporter : Edi Susilo
Editor : Noor Arief Prasetyo

SURABAYA, HARIAN DISWAY- Rapat penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 masih belum final. Meski rapat telah digelar sejak Jumat, 19 Desember lalu. 

Pekerja dan pengusaha belum bertemu besaran hitungan upah tahun depan. ”Besok baru selesai rapatnya,” kata Ketua Dewan Pengupahan Jatim Ahmad Fauzi kepada Harian Disway, Senin siang, 22 Desember 2025. 

Rapat itu untuk mencari jalan tengah. Atas hasil rapat Dewan Pengupahan yang digelar Jumat lalu. Di mana usulan pekerja dan pengusaha tak sama. 

Dalam rapat tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim mengusulkan kenaikan 5,09 persen untuk UMP 2026. Atau UMP minimum di Jatim mencapai Rp4 juta atau bertambah Rp117.374,63. 

BACA JUGA:UMP Jatim Diprediksi Naik Hingga 7 Persen di 2026

BACA JUGA:Demo Buruh Jatim Hari Ini, Tuntut Kenaikan Upah Hingga Rp1 Juta untuk Tahun Depan

Sementara dari versi pekerja, mereka ingin ada kenaikan sebesar 39,56 persen. Atau sebesar Rp912.359,20. Hitungan pekerja itu membuat UMP minimal Jatim mencapai Rp3.218.344,20.

Wakil Sekretaris DPW FSPMI Jatim Nuruddin Hidayat mengatakan, perbedaan itu lantaran pekerja melakukan penghitungan UMP bukan berdasar aturan baku pemerintah. Yakni hitungan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai Alfa. 

Pekerja melakukan penghitungan lewat skema kebutuhan hidup layak (KHL) Jatim dengan nilai Alfa. ”Hitungan ini kami usulkan lantaran, agar disparitas upah di Jatim antar wilayah tak semakin tinggi,” paparnya. 

Dengan hitungan ini, kota atau kabupaten yang kini UMK jauh lebih tinggi diatas KHL tidak naik banyak. Sementara daerah yang UMK jauh dari standar KHL bisa naik cukup signifikan. 

Nuruddin menyebut, usulan itu bukan tanpa alasan. Saat ini disparitas upah di Jatim begitu tinggi, yakni mencapai 116 persen. 

Ia menyebut semisal Surabaya, di 2025 upah minimal pekerja di wilayah ini mencapai Rp5.032.635. Sementara Kab. Situbondo, hanya Rp2.335.209.

Mengapa hitungan KHL itu dimasukkan? Nuruddin menyebut, itu lantaran hasil besaran KHL merupakan survei langsung dari pemerintah pusat. Yang menunjukkan seberapa besar upah layak diterima pekerja di Jatim.

”Kalau kita menggunakan hitungan pertumbuhan ekonomi, Inflasi, dan nilai Alfa, disparitas yang tinggi itu tak akan terkejar,”paparnya. Daerah dengan UMK terendah akan tetap ketinggalan. 

Padahal, memperpendek disparitas ini penting untuk menunjukkan pemerataan ekonomi di Jatim. Sekaligus bisa menghapus kemiskinan ekstrem yang masih bercokol di beberapa kabupaten kota di Jatim. ”Untuk itu, kami meminta Gubernur melakukan diskresi terkait upah ini,” jelasnya. (*)

Kategori :