Menguji Aset Kripto

Menguji Aset Kripto

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

DALAM dua pekan ini, aset digital kripto lagi diuji pasar. Secara terus-menerus, nilainya jatuh. Bahkan, koin kripto Terra Luna sudah jatuh hampir 100 persen. Dalam sehari 9 Mei lalu, nilainya hancur dari USD 100 menjadi 1 sen. Tepatnya USD 0,00005 per koin. Begitu pun stablecoin TerraUSD (UST), merosot tinggal 40 sen dolar.

 

Bersamaan dengan Terra Luna dan UST, aset kripto yang perkasa seperti Bitcoin pun tak terhindarkan. Kemarin Bitcoin sudah menembus harga psikologis USD 30 ribu. Mengutip Coin Market Cap, kemarin harga Bitcoin bertengger di USD 29.341,25 atau turun 2,99 persen dalam 24 jam terakhir. Ethereum juga turun 2,76 persen menjadi USD 1.982,35. Begitu pun Solana dan Dogecoin.

 

Bagi Bitcoin, harga di bawah 30 ribu itu menjadi tanda tanya. Sebab, enam bulan lalu, November 2021, harganya USD 64.400 atau Rp 931 juta. Itu harga tertingginya. Harga USD 30 ribu dianggap sebagai harga psikologis yang diyakini bakal terus jatuh hingga ke level psikologis di bawahnya, USD 8.000.

 

Prediksi itu diungkapkan Scott Minerd, chief investment officer Guggenheim Partners. Itu merupakan perusahaan investasi dan penasihat keuangan yang didirikan pada 1999 dengan dana kelolaan lebih dari USD 325 miliar. Scott menilai harga USD 8.000 adalah titik terendah Bitcoin yang mungkin bisa dicapai. Dalam sebulan terakhir harga Bitcoin sudah turun 24 persen dan kapitalisasi pasar USD 500 miliar menguap.

 

Bagi investor kripto, itu benar-benar ujian. Sebab, hancurnya harga kripto tersebut sudah mulai masuk ke ranah hukum. Pencipta stablecoin TerraUSD (UST) dan Terra Luna, Do Kwon, menghadapi tuntutan hukum di Korea Selatan. Do Kwon bisa didakwa telah melakukan penipuan. Ia dilaporkan lima investor Luna yang mengaku telah rugi Rp 16 miliar. Kantor Kejaksaan Distrik Selatan Seoul memulai penyelidikan terhadap Terraform Labs. Organisasi di balik proyek stablecoin Terra. 

 

Terra Luna adalah jenis token kripto yang ditransaksikan dalam sistem blockchain, teknologi penyimpanan digital atau bank data yang menggunakan fitur enkripsi (kriptografi). Terraform Labs didirikan Do Kwon dan Daniel Shin pada 2018.

 

Do Kwon sebelumnya pernah bekerja untuk Microsoft dan Apple dan mendirikan startup jaringan mesh nirkabel bernama Anyfi. Sementara itu, Daniel Shin adalah pendiri dan CEO perusahaan teknologi Asia Chai, mitra Terra, sekaligus pendiri perusahaan e-commerce ternama di Korea, yaitu Ticket Monster atau TMON. Tercatat ada 114 project di dunia kripto yang menjadi ekosistem Terra Luna. Lainnya adalah Anchor Protocol, Chai, LoTerra, Talis Protocol, dan Vega Protocol.

 

Dalam situsnya, Luna merupakan token staking buatan Terra yang digunakan untuk menyerap volatilitas harga Terra. Cara kerjanya, investor mengunci atau menyimpan aset kripto melalui wallet dalam rentang waktu tertentu untuk mendapat keuntungan. Mekanisme itu disebut juga dengan staking. Transaksi aset kripto berbentuk Luna tersebut kemudian diverifikasi validator blockchain agar investor memperoleh keuntungan.

 

Makin banyak Terra yang digunakan atau ditransaksikan, harga Luna juga akan kian mahal. Begitu pun sebaliknya. Sistem Terra Luna itu memang jauh lebih kompleks bila dibandingkan dengan aset kripto lainnya karena menggunakan coding yang lebih rumit dan token Luna untuk menstabilkan harganya.

 

 

Dampak Penguatan Dolar

 

Hancurnya harga aset kripto itu tak lepas dari menguatnya dolar AS. Dalam sebulan ini, dollar index telah naik lebih dari 4 persen. Dollar index mengukur posisi dolar terhadap mata uang utama dunia. Itu menyusul optimisme menyusul rilis data ketenagakerjaan di AS.

 

Sepanjang April, perekonomian AS menciptakan 428.000 lapangan kerja baru. Lebih tinggi daripada sebelumnya yang 391.000. Dengan tambahan itu, dalam 12 bulan beruntun perekonomian AS membuka lebih dari 400.000 lapangan kerja.

 

Data tersebut melengkapi faktor untuk mengetatkan kebijakan moneter. Selain inflasi, penciptaan lapangan kerja juga menjadi faktor bagi The Fed untuk menentukan arah kebijakan moneter. Dan awal Mei lalu pun, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin menjadi 0,75–1 persen. Dan diyakini akhir tahun nanti suku bunga acuan berada di rentang 3–3,25 persen.

 

Dampak berikutnya, yield obligasi pemerintah AS pun naik. Untuk tenor 10 tahun, yield sudah menyentuh di atas 3 persen. Itu sesuatu yang kali terakhir terjadi pada 2018.

 

Kenaikan yield menjadi modal kuat bagi dolar AS untuk menguat. Sebab, yield yang tinggi akan membuat investor berbondong-bondong memborong surat utang pemerintah AS. Akibatnya, dolar AS kian kuat, sementara aset lain –termasuk aset kripto– akan melemah.

 

Kripto sangat rentan karena aset itu lebih banyak diperdagangkan untuk spekulasi daripada untuk transaksi. Banyak orang membeli mata uang kripto bukan untuk keperluan membeli. Bukan sebagai alat tukar. Tapi, lebih karena diyakini harganya akan tinggi di masa depan. Diyakini menjadi investasi paling menarik di zaman teknologi digital.  Fluktuasi tajam itu akan menguji keandalan dan ketangguhan kripto sebagai instrumen investasi masa depan. (*)

 

 

*) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Wakil Dekan Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga.

Sumber: