Ojek Mogok Dini Hari, Lanjut Mendaki Seorang Diri

Ojek Mogok Dini Hari, Lanjut Mendaki Seorang Diri

Oleh: Trixie Brevi Putri

Ke Bali seorang diri? Siapa takut? Meski uang minim, Trixie Brevi Putri nekad menyusuri Pulau Dewata. Tanpa teman, dia singgah di lokasi-lokasi wisata yang populer dengan keindahan alam dan arsitektur bangunan yang tiada duanya. Berikut penuturan dia.

 

SELAMA sebulan aku ditugaskan oleh Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Universitas Airlangga, untuk kuliah dan belajar praktek bedah tulang di RS Sanglah, Denpasar. Aku punya banyak waktu luang. Tiap selesai kuliah, kusempatkan jalan-jalan.

Bali memang menawan. Layaknya surga yang dihadirkan para Dewa di belahan Nusantara. Maka disebut Pulau Dewata. Lingkungan yang asri dan bangunan-bangunan berasitektur khas, membuatku betah berlama-lama tinggal di sana. Apalagi aku ditugaskan pada Oktober 2019. Sebelum pandemi. Masa yang nyaman tanpa aturan pembatasan.

Destinasi pertamaku adalah Pantai Kuta. Letaknya tak jauh dari tempat kosku di Sanglah. Seorang diri saja aku ke sana naik ojek online. Jaraknya hanya 8 km. Aku sengaja pergi sore untuk menikmati sunset. Pantai Kuta memanjakan mata, juga memanjakan telapak kaki dengan butiran pasir halusnya.

Setelah puas menikmati Pantai Kuta, aku ingin pergi ke Gunung Batur. Berangkat sore agar sampai sana pagi. Kembali kugunakan ojol menuju ke sana. Jaraknya jauh, 48 km. Sedangkan maksimal jarak ojol hanya 20 km. Maka aku harus berhenti di daerah Batu Bulan. Kemudian menyewa ojek lokal hingga ke Gunung Batur.

Hari sudah malam. Jalanan menanjak berbatu. Cukup berbahaya. Terpeleset sedikit saja, aku bisa jadi bahan praktek dokter ortopedi. Masa mahasiswa ortopedi malah jadi pasien.

Ah, kuhilangkan pikiran-pikiran negatif dari kepalaku. Ini traveling. Waktunya santai di tengah rutinitas kuliah yang melulu lihat tulang dan darah. Aku mau senang-senang. Jalanan menurun tajam, aku teriak kegirangan. Eh, ketika jalan melandai, motor mogok di jalan. Tiba-tiba hujan pula! Jam 2 malam, bro! Mana ada bengkel buka dini hari?

’’Maaf ya, Mbak. Saya tidak tahu kenapa motor saya bisa begini,” ujar mas ojek dengan wajah memelas. Aku tidak menyalahkannya. Ia bersyukur aku tidak marah, dan berkata bahwa pembayarannya akan dikurangi. Tapi aku menolak. Motor mogok bukan salah dia. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial adalah prinsipku.

Kami sempat berteduh di bawah atap halaman rumah kosong. Ia mencoba memperbaiki motor. Tangannya penuh bercak hitam oli dan minyak rem. Ekspresinya waswas. Sepertinya sungkan dan ingin bertanggung jawab. Padahal aku tak masalah. ’’Mbak, berhasil!” Ia menstater sepeda motornya dan menyala. Senyumnya mengembang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: