Atok Irawan, Pendeteksi Pasien Covid-19 Pertama di Sidoarjo

Atok Irawan, Pendeteksi Pasien Covid-19 Pertama di Sidoarjo

Menjabat sebagai direktur RSUD Sidoarjo tidak mudah. Apalagi rumah sakit harus menampung pasien Covid-19. Pada bulan Juni-Juli lalu kasus Covid-19 meledak. Semua tenaga kesehatan (nakes) kewalahan. Termasuk sang direktur rumah sakit.

ATOK Irawan duduk di bangku ruang kerjanya. Kakinya disilangkan. Tangan kanannya memegang sebuah buku. Judulnya: Pengalaman Satu Tahun Penanganan Covid-19 di RSUD Sidoarjo.

”Buku itu berisi tulisan para nakes di sini. Sebagai catatan kami saat dihajar Covid-19 selama setahun lebih,” ujar laki-laki 55 tahun itu.
Atok menjabat sebagai direktur RSUD Sidoarjo sejak 2013. Ia tidak menyangka masa jabatannya diwarnai tugas sangat berat. Apalagi sejak virus corona baru itu menyerang Indonesia. Nakes harus bekerja ekstra. Termasuk dirinya.

Kata Atok, virus yang kali pertama teridentifikasi di Wuhan, Tiongkok, itu sudah muncul di Sidoarjo pada Januari 2020. Saat itu, ia sedang praktik di RS Delta Surya Sidoarjo. Lalu, datanglah pasien yang memiliki gejala mirip Covid-19. Pasien itu adalah tenaga kerja Indonesia yang baru pulang dari Hong Kong.

Bergegas, Atok minta pasien itu menjalani tes rontgen. Atok khawatir pasien itu terjangkit virus corona. Hasil rontgen menunjukkan ada flek di paru-paru. Kemudian Atok meminta pasien tersebut untuk menjalani tes swab PCR.

Ketika itu, Sidoarjo tidak memiliki alat skrining PCR. Sehingga sampel itu harus dibawa ke kementerian kesehatan di Jakarta. ”Membawanya ke sana perlu waktu. Tapi ketika itu hasil PCR-nya negatif. Padahal saya yakin kalau TKI itu positif,” ujarnya.

Begitupun dengan pasien kedua yang berasal dari Thailand. Gejalanya seperti Covid-19. Tapi ketika di-swab PCR, hasilnya negatif. Namun pasien itu diwajibkan isolasi di ruang khusus.

Ketika itu memang belum ada pedoman khusus penangan Covid-19. Ketika hasil swab menunjukkan hasil negatif, pasien bisa langsung pulang.

Nah, pasien pertama yang ’’resmi’’ dinyatakan sebagai pasien Covid-19 di Sidoarjo ’’ditemukan’’ pada14 Maret 2020. Pasien itu adalah staf kementerian perhubungan. Bahkan, mereka sekeluarga positif. Termasuk anak dan sopir keluarga tersebut.

”Tapi sejak 27 Januari 2020 RSUD Sidoarjo sudah membentuk Tim Corona. Jadi kami sudah siap,” ujar alumnus Kedokteran Unair itu.

NUANSA NJAWANI dibawa Atok Irawan dalam berbagai sudut-sudut RSUD Sidoarjo,
(Foto: Eko Suswantoro-Harian Disway)

Ketika itu RSUD Sidoarjo sudah punya 4 bed dengan ruang tekanan negatif. Ruangan itu disiapkan untuk perawatan pasien SARS, flu babi, dan flu burung. Untuk mengantisipasi penambahan pasien, Atok menambah 115 bed. Kasur rawat inap kelas III Mawar Merah Putih dipindah ke ruang isolasi tekanan negatif. Kemudian bed itu kian bertambah seiring pertambahan pasien.

Di tengah-tengah cerita, Atok memejamkan matanya. Ia berusaha mengingat total pasien yang sudah ditangani RSUD Sidoarjo. Namun ia tidak kunjung ingat. Laki-laki yang hobi bersepeda itu akhirnya membuka buku yang ada di tangannya. Kemudian jari telunjuknya menelusuri data total pasien Covid-19 di RSUD Sidoarjo.

”Nah ini. Dari awal kasus sampai 1 Maret 2021 totalnya 4.167 pasien yang dirawat. Puncak pasien terjadi pada Juli dan Desember 2020. Kami sempat dua kali menutup rujukan pasien Covid-19. Yakni di bulan Juli 2020 dan Januari lalu,” ujar laki-laki yang gemar mengoleksi gebyok itu.

Namun lonjakan kasus saat itu tidak separah pada bulan Juni dan Juli kemarin. Rumah sakit di Jatim penuh. Termasuk Sidoarjo. Atok terpaksa menerapkan buka tutup rumah sakit. Ia juga sudah izin Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali untuk menolak pasien Covid-19 karena RSUD tidak mampu lagi menampung. Untungnya, Bupati mengizinkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: