Jer Basuki Mawa TikTok
YA, ada saja yang membikin plesetan semacam itu. Kini, jer basuki mawa beya pun seakan tak cukup. Untuk bisa sukses, tak sekadar butuh biaya. Di era kiwari ini, jer basuki mawa TikTok. Untuk bisa sukses harus punya TikTok.
Peranti berbagi video pendek asal Tiongkok itu memang sedang naik daun. Booming. Melesat. Di mana-mana orang berjoget-joget di depan gawainya. Siap membagikan gerak-gerak apik—atau kocak—mereka.
Sementara itu, di seberang lain, banyak orang yang terus menggerak-gerakkan jempolnya di layar gadget. Mereka menelusuri video demi video yang disajikan oleh platform ciptaan ByteDance, perusahaan Tiongkok, tersebut. Dan sebagaimana media sosial lain, konten-kontennya seperti tak pernah habis. Semakin kita menggulirkan (scrolling) layar, selalu muncul video yang lain. Semakin dalam menelusuri konten media sosial, orang bisa megap-megap karena akan menyelam semakin dalam.
Fakta dan data memang menunjukkan bahwa TikTok makin digdaya. Omnicore Agency merilis bahwa aplikasi itu sudah diunduh 2 miliar kali. Jumlah video yang ditonton saban hari lebih dari 1 miliar. Ini cukup masuk akal. Mengingat, yang dibagikan melalui TikTok adalah video pendek. Bisa 15 detik, 1 menit, atau 3 menit. Dan setiap pengguna menghabiskan waktu rata-rata 52 menit per hari di aplikasi tersebut.
Pengguna aktif TikTok mencapai 689 juta orang. Ini data pada Januari 2021. Pada Januari 2018, pengguna aktif aplikasi tersebut ’’hanya’’ 54 juta orang. Artinya, dalam kurun dua tahun, pengguna TikTok melonjak lebih dari 10 kali lipat. Naik 1.000 persen lebih!
Dengan popularitas itu, TikTok pun menjadi aplikasi yang terbanyak diunduh di dunia (lihat grafis). Global Web Index menyebutkan bahwa 75 persen aplikasi yang diunduh hanya diakses sekali dan setelah itu dilupakan. Tetapi, TikTok tidak. Ia termasuk yang 25 persen. Yakni, aplikasi yang terus menerus dipakai setelah diunduh. Sebanyak 90 persen pengguna TikTok mengakses aplikasi itu saban hari.
Data itu juga menunjukkan bahwa 68 persen pengguna memilih menonton video orang lain. Sedangkan sisanya meng-upload video mereka sendiri.
Kedigdayaan TikTok itu memang belum menggusur Facebook dalam hal jumlah pengguna aktifnya. Aplikasi ciptaan Mark Zuckerberg itu punya 2,7 miliar pemakai aktif. Facebook masih nomor wahid. TikTok masih di peringkat ketujuh. Di antara itu, nomor dua sampai enam, ada YouTube, WhatsApp, Facebook Messenger, Instagram, dan WeiXin/WeChat. Meski begitu, kecepatan tumbuh TikTok cukup mencengangkan. Terlebih, awalnya TikTok dipandang sebagai aplikasi untuk para ABG Asia ’’alay’’.
Pengguna TikTok dicibir tidak lebih pintar daripada pengguna Twitter, tidak lebih bijak daripada pengguna Facebook, dan tidak sesempurna pengguna Instagram. Ingat Bowo Alpenliebe, salah satu ’’pionir’’ TikTok di Indonesia?
Namun, waktu membuktikan sebaliknya. TikTok terus melesat. Naiknya jumlah pengguna itu tentu berbanding lurus dengan pendapatan yang diraih oleh ByteDance. Pada 2020, perusahaan itu ditaksir punya aset senilai USD 50 miliar. Lebih dari Rp 719 triliun. Penghasilannya pada 2020 mencapai USD 1 miliar atau sekitar Rp 14,3 triliun.
Kebesaran TikTok di dalam negerinya bukan tanpa masalah. Pada Maret, ByteDance dituding melakukan pelanggaran dalam hal akuisisi dan monopoli di Tiongkok. Perusahaan itu didenda. Besarnya adalah 500 ribu Yuan atau sekitar Rp 1,1 miliar, menurut Agence France-Presse.
Kini, Business Insider melansir laporan bahwa pemerintah Tiongkok akan ’’main TikTok’’. Tentu, mereka tidak akan joget-joget melalui aplikasi tersebut. Pemerintah Tiongkok akan punya saham di ByteDance.
Dikutip Reuters, sebanyak 1 persen saham ByteDance akan dijual pada Wangtou Zhongwen Technologi, perusahaan yang dimiliki tiga institusi negara. Persentase saham itu memang kecil. Tetapi, Beijing akan punya hak menempatkan seorang wakilnya di dewan direksi. Cukup untuk mengawasi sepak terjang TikTok (di Tiongkok disebut sebagai DouYin).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: