Seputar Vonis 12 Tahun Juliari

Seputar Vonis 12 Tahun Juliari

Vonis 12 tahun penjara bagi eks Mensos Juliari Batubara, Senin (23/8/21). Itu mengakhiri opini publik: Hukuman mati (karena korupsi Bansos), seumur hidup (usulan ICW), dan 11 tahun (tuntutan jaksa KPK).

---

VONIS yang setahun lebih tinggi dari tuntutan jaksa itu, tidak diperdebatkan tokoh masyarakat. Mungkin, dianggap mewakili rasa keadilan masyarakat.

Hakim Ketua Muhammad Damis saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/8/21) juga menyampaikan hal-hal meringankan dan memberatkan.

Hal meringankan ada beberapa. Yang menarik ini: ”Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.”

Opini masyarakat terhadap semua terdakwa, di semua kasus, pasti begitu. Risiko terdakwa. Tapi itu sangat jarang dijadikan pertimbangan hakim.

Dalam kasus Juliari, mungkin, majelis hakim terpengaruh pleidoi terdakwa yang memelas. Minta bebas hukuman.

Pleidoi Juliari, dibacakan di sidang Tipikor, Senin (9/8/21) begini:

”Dari lubuk hati yang paling dalam, saya sungguh menyesal telah menyusahkan banyak pihak akibat dari perkara ini. Oleh karena itu, permohonan saya, Istri saya dan kedua anak saya serta keluarga besar saya kepada Majelis Hakim Yang Mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan.”

Dilanjut: "Dalam benak saya, hanya Majelis Hakim Yang Mulia yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarga saya, yang sudah menderita bukan hanya dipermalukan, tetapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Badai kebencian dan hujatan terhadap saya dan keluarga saya akan berakhir tergantung dengan putusan dari Majelis Hakim Yang Mulia.”

Terbukti, dalam amar putusan hakim, hal meringankan terdakwa, begini:

”Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis masyarakat telah bersalah. Padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.”

Di situ, hakim mengadopsi curhatan terdakwa. Padahal, perbuatan terdakwa fatal. Terbukti menerima suap Rp 32,482 miliar dari bansos di Kemensos. Dan, tertangkap tangan dengan bukti uang sekoper.

Tapi pertimbangan meringankan dan memberatkan hukuman terdakwa, adalah hak hakim. Sesuai Pasal 197 huruf d, dan Pasal 197 huruf f, KUHAP.

Uniknya, di pertimbangan memberatkan hukuman terdakwa, hakim menyampaikan kalimat menohok. Yang juga jarang dijadikan pertimbangan. Bunyinya begini:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: