Tipu-Tipu SKSHH, Wempi Dihukum 16 Bulan
TERDAKWA Wempi Darmapan divonis Ketua Majelis Hakim Tumpal Sagala dengan hukuman penjara selama 16 bulan penjara. Hakim menilai, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menyalahgunakan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Olahan (SKSHH-KO).
Terdakwa terjerat pasal 88 ayat 1 huruf (c) jo pasal 15 undang-undang (UU) nomor 18/2013. Tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Beberapa poin yang menjadi pertimbangan majelis hakim dan dianggap memberatkan putusan. Yaitu, perbuatan terdakwa dapat merusak alam. Namun pertimbangan hakim meringankan hukuman terdakwa yakni tidak pernah dihukum.
“Terdakwa Wempi Darmapan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penyalahgunaan dokumen hasil hutan. Karena itu, terdakwa hukum satu tahun empat bulan penjara. Dipotong dengan masa tahanan yang telah dijalankan. Serta denda Rp 500 juta subsidar 1 bulan penjara,” kata hakim Tumpal, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (30/8).
Kelebihan kayu yang tidak memiliki dokumen sah yakni sebanyak 10 meter kubik akan disita dan dikembalikan kepada negara. Sementara sisa kayu yang memiliki dokumen resmi sebanyak 64 meter kubik dikembalikan ke terdakwa.
Mendengar putusan tersebut, terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya Straussy Tauhiddinia Qoyumi menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Walau putusan itu lebih ringan enam bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gede Willy Pramana. Yakni selama dua tahun penjara.
“Kalau kami masih pikir-pikir mas. Masih belum tahu mau banding atau tidak. Kan masih ada seminggu. Nanti kami sebagai penasihat hukum terdakwa akan diskusi dengan klien kami, upaya hukum apa yang akan dilakukan nanti,” katanyi saat dihubungi Harian Disway, Selasa (31/8).
Sementara itu, jaksa pengganti yaitu Sulfikar yang mengikuti sidang itu juga menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim. “Karena terdakwa pikir-pikir. Kami memutuskan hal yang sama. Kita tidak mengetahui upaya hukum apa nanti yang digunakan oleh terdakwa,” katanya.
Terdakwa merupakan Pengawai Negeri Sipil (PNS) dan Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Cendrawasih Lestari, di Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Ia mempunyai tugas dan kewenangan mengendalikan jalannya roda koperasi.
KSU Cendrawasih Lestari mempunyai kerjasama dengan PT Anugrah Jati Utama dalam jual beli kayu gergajian. Perusahaan itu berada di Pasuruan. Sebelum dilakukan pengiriman kayu ke perusahaan tersebut, tenaga tehknis (Ganis) menerbitkan dokumen SKSHH-KO.
Kayu yang diangkut berupa, Kayu Gergajian 10.0156 meter kubik. penerbitan 28 Januari sampai 21 Februari dengan alat angkut berupa Kapal Darlin Isabet. Juga ada daftar kayu olahan (DKO) tanggal 27 Januari sebanyak sembilan lembar.
Satu lembar DKO yang diterbitkan 27 Januari 2020 yang tidak dilengkapi dengan SKSHH-KO. Kondisi itu rupanya sudah diketahui oleh tim Operasi Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) pembalakan liar. Sehingga, mereka melakukan operasi di Pelabuhan Tanjung Perak.
Kapal Darlin Isabet lalu menjadi sasaran mereka. Sebab, menurut informasi yang mereka dapatkan, kapal itu memuat kayu yang tidak sesuai dengan dokumennya. Saat kapal bersandar di pelabuhan tersebut, kapal yang mengangkut kayu tadi tidak langsung membongkar muatan itu.
Karena, dari ekspedisi sudah mengetahui kasus tersebut. Sehingga mereka tidak mau mengambil resiko. Namun, setelah ada kesepakatan antara balai pengamanan dan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (BPPHLHK Jabalnusra), akhirnya kayu tersebut diangkut ke PT Anugrah Jati Utama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: