Serial Dimaz Muharri (18): Simpan Semua Sepatu di Kamar Tidur

Serial Dimaz Muharri (18): Simpan Semua Sepatu di Kamar Tidur

Biasanya atlet suka mengoleksi sepatu. Ini juga berlaku untuk Dimaz Muharri. Saat ini ada sekitar 100 sepatu yang dikoleksi pebasket asal Binjai, Sumatera Utara itu. Sepatu olahraga dan casual.

---

ADA satu jenis sepatu yang tidak bisa dipakai Dimaz Muharri. Kaki mantan point guard CLS Knights itu tidak bisa bersahabat dengan sepatu pantofel. Setiap kali memakai sepatu resmi itu, jari kelingking kakinya kesakitan. Rupanya posisi kelingking kaki pebasket 36 tahun itu sulit ”dikondisikan”.

”Kalau terpaksa harus pakai sepatu resmi. Saya akan banyak duduk. Pas duduk itu sepatu saya lepas,” kata Dimaz kepada Harian Disway.

Oleh karena itulah, koleksi sepatu pantofel Dimaz hanya beberapa. Lainnya didominasi sepatu olahraga dan casual. Sepatu olahraga juga paling banyak sepatu basket. Wajar karena Dimaz merupakan pemain basket.

Hobi mengoleksi sepatu itu sudah dimulai Dimaz sejak SMP. Seperti ditulis di edisi awal, sepatu basket pertama Dimaz bermerek Eagle. Itu brand lokal yang cukup populer di tahun 1990-an. Suatu hari, ada sahabat Dimaz, tetangga satu atap beda ruang, punya sepatu Nike hitam dengan logo putih.

”Saya pinjam sepatunya. Saya pakai ke sekolah. Saya nunduk terus lihatin sepatu itu," kata Dimaz.

DIMAZ MUHARRI dan NIke Kobe 6 . (Foto: Dokumentasi Dimaz Muharri)

Sejak itulah, Dimaz mulai berburu sepatu. Tapi sepatu bekas yang banyak ia beli. Di Medan, ia bisa mendapatkan sepatu-sepatu bekas merek terkenal. Kadang-kadang pas diajak ke Jakarta, minta diantar ke Taman Puring untuk beli sepatu replika alias kw. Kadang juga sampai nitip saudara di Bandung. ”Dulu ada di Bandung istilahnya sepatu reject. Jadi ya cacat sedikit yang penting asli," kenang Dimaz.

Saat SMP saja, koleksi sepatunya sudah belasan. Tahun itu, dia sudah punya Nike Air Flight, Air Jordan, dan Reebok. Saat SMA, Dimaz merasa beruntung mendapat sepatu Nike Jordan Flight Team. Itu didapat dari guru magang di sekolahnya di SMAN 3 Binjai. "Jadi guru itu juga hobi basket. Pas mau selesai magangnya, minta tukar kenang-kenangan. Ia minta celana basket saya ditukar sepatu. Wah seneng banget," ujar anak bungsu dari dua bersaudara itu.

Dimaz saat itu tidak hanya mengoleksi sepatu basket. Sneakers juga suka. "Zaman itu saya sudah punya Adidas Superstar," katanya.

Tapi untuk urusan main basket, Godim–sapaan Dimaz oleh kakanya– selalu pakai sepatu yang asli. Kakinya cukup sensitif. Ia tidak mau ambil risiko cedera. Sayangnya, di Binjai ia banyak main di lapangan outdoor. Lantai lapangan keras dan kasar. Sehingga sepatunya tidak berumur lama. Biasanya 3-4 bulan sudah minta dibuang.

DIMAZ Muharri juga punya AZA 6.9. (Foto: Dokumentasi Dimaz Muharri.)

Saat bermain di Libama bersama STMIK-Mikroskil, Dimaz mendapat jatah sepatu. Ia ingat yang menyediakan sepatu untuk pemain waktu itu adalah Christopher Tanuwidjaja. "Kalau tidak salah League," ujar Dimaz.

Namun selain itu, Dimaz juga semakin rajin belanja sepatu. Kala itu koleksi Dimaz antara lain Nike Shox, Nike Air Flight, hingga Nike Paul Pierce Signature.

Sejak menjadi pemain profesional, koleksinya makin banyak. Setiap kali berksempatan ke luar negeri, Dimaz pasti belanja sepatu. Ia bisa memborong 4-5 sepatu saat ke luar negeri. Di Amerika Serikat, kata Dimaz, selain harganya lebih murah daripada di Indonesia, juga banyak seri sepatu yang tidak ada di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: