Kembali ke Klasik

Kembali ke Klasik

Tren pada masa pandemi Covid-19 memengaruhi perputaran gaya rias. Dari pengalaman, Jaya Andriana Hoong menyimpulkan bahwa kliennya yang remaja lebih banyak menghindari yang glamor. Riasan yang cenderung simpel jadi pilihan.

PANDEMI Covid-19 membuat masyarakat tidak bisa menggelar acara akbar. Maka, riasan yang terlalu mewah dirasa tidak diperlukan lagi. Karena para tamu datang dari kalangan terdekat saja. Maka, keinginan untuk melebur bersama para undangan membuat mereka merasa tidak perlu dipoles agar tampak manglingi.

Make-up yang akan disukai mengarah pada make-up simpel flawless atau kalau saya menyebutnya make-up klasik. Pada dasarnya, make-up klasik yang didominasi warna senja seperti oranye ke arah cokelat untuk eyeshadow. Warna pink muda dan oranye pada blush on, serta warna-warna nude untuk bibir,” kata make-up artist itu.

Sebagai kilas balik, pemilik Hoong Beauty itu menuturkan, make-up pengantin sebelum 2020 didominasi riasan bold. Namun sekarang banyak yang suka klasik. Selain karena menyesuaikan busana, make-up klasik banyak disukai karena dapat dipakai dalam konsep acara apa saja.

Konsep make-up klasik ini bisa terlihat dari adanya garis simetris yang diaplikasikan pada wajah, khususnya eyeshadow. Sedangkan bagian mata dibuat foxy eyes, sehingga menimbulkan kesan wajah yang tertarik dan lebih kencang. Alis dibuat tidak tegas namun tetap mendapatkan sentuhan agar menambah volume serta ketegasan garis.

Rexyta Vamessa dirias dengan tema senada dengan pakaian. Utamanya ditegaskan pada area mata

dengan membuat garis berbentuk foxing eye. (Foto: Rizal Hanafi-Harian Disway)

Meskipun terkesan menampilkan look natural, menurut Hong, make-up klasik sama susahnya dengan teknik make-up lainnya. Keduanya membutuhkan kerumitan tersendiri supaya make-up tahan lama. Apalagi durasi perayaan suatu acara yang sudah berkurang drastis.

”Kini cukup jarang ada pengantin yang melakukan retouch. Satu acara dibuat sesimpel mungkin sehingga hanya membutuhkan satu kali polesan di awal,” kata pria yang akrab disapa Jey itu.

Terlepas dari tren yang sedang marak, perempuan harus menyadari pentingnya kulit wajah sehat. Faktor itu justru memberikan hasil riasan lebih baik karena kulit sehat dan terawat dirasa lebih siap menerima berbagai ornamen rias. Hasilnya akan tampak lebih sempurna dibandingkan kulit wajah yang kurang dijaga kondisinya.

”Saya rasa para perempuan sudah mulai menyadari hal itu. Sejauh pengalaman saya, kebanyakan klien atau model sudah memiliki pola rias masing-masing. Mereka setidaknya bisa menjelaskan tentang kondisi wajahnya sehingga saya memiliki pandangan harus memakai produk seperti apa,” ujarnya.

Meskipun begitu, dirinya tetap menyiapkan sejumlah skincare yang diterapkan ke wajah sebelum memulai proses dekorasi. Hal itu dilakukan supaya kulit terhidrasi dengan baik. Menghasilkan permukaan yang lembab. Kondisi terbaik dari kulit untuk mendapatkan dekorasi rias.

Tahap tersebut biasa dikenal dengan skin preparation. Jey lebih dulu membersihkan wajah dengan menggunakan micellar water. Dilanjutkan dengan mengoles moisturizer dan serum. Bahkan berkomunikasi terlebih dahulu supaya mendapatkan informasi jenis dan kondisi kulit klien sebelum menentukan produk yang akan digunakan.

Selama beberapa tahun menjalankan profesi perias, Jey mengakui kalau generasi muda sudah mulai melek dengan make-up. Kepada kliennya yang datang dari berbagai kalangan usia, baik remaja maupun dewasa, pria 32 tahun itu melakukan penanganan yang berbeda. Utamanya memoles remaja yang harus mempertahankan tampilan mereka sesuai usia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: