Karena Anjay dan Meninggoy Begitu Catchy
Ketiga mahasiswi itu berkunjung ke kantor Balai Bahasa Jawa Timur. Di sana mereka berdiskusi dengan mengajukan lima kata yang mengalami ameliorasi. Yakni, kata anjing menjadi anjay. Meninggal menjadi meninggoy. Edan menjadi edun. Lalu, kata tampar menjadi tempong. Dan frasa tidak ada otak (alias tidak bisa berpikir) menjadi nggak ngotak.
Mereka beroleh pengetahuan, bahwa selain sesuai definisi yang telah disebutkan, ameliorasi juga bersifat seperti kata. Berubah dari masa ke masa. Contohnya saat era Orde Baru, mereka meng-ameliorasi-kan kata dipecat menjadi dirumahkan. Untuk memberi kesan lebih sopan.
Ahli bahasa dari Balai Bahasa Jawa Timur menilai bahwa psikologi anak muda selalu berkembang. Mereka sangat kreatif. Termasuk dengan menggunakan kata-kata ameliorasi untuk strategi marketing.
Salah satu penyebab viralnya suatu frasa adalah penyesuaian bunyi yang menarik di telinga publik. Atau biasa disebut eufonik. Seperti anjing menjadi anjay. Hanya dengan mengubah ing menjadi ay. Bunyinya jadi lebih menarik. Lucu. Tidak ada pretensi menghina. Sehingga banyak dijadikan pilihan untuk mengekspresikan sesuatu.
Pengucapan yang lebih mudah dan ekspresif juga disinyalir menjadi pemicu viralnya sebuah frasa. ’’Namun, menurut hasil wawancara terhadap ahli bahasa, frasa yang viral cenderung bersifat prokem atau sementara,’’ jelas Fitriana. Seperti halnya bahasa gaul. Dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Sehingga durasi viralnya tak berlangsung lama.
Tapi, penggunaan frasa ameliorasi sebagai viral marketing tetap dapat dijadikan pilihan dalam mempromosikan suatu produk. Khususnya makanan. ’’Produsen harus tetap mempertimbangkan durasi dan konsistensi promosi,’’ jelas dia.
Selain Bonjay milik Rizky Billar, salah satu produk kuliner yang menggunakan frasa ameliorasi adalah Krupuk Edun. Kerupuk tersebut khas Jawa Barat. Edun merupakan hasil ameliorasi dari kata edan. Dalam bahasa Jawa berarti gila. Kerupuk Edun adalah kerupuk yang pedasnya edan. ’’Terbukti, setelah menggunakan kata edun omset penjualan kerupuk tersebut mencapai Rp 400 juta per bulan,’’ terang Fitriana, yang merupakan mahasiswi angkatan 2019 itu.
Sejauh mana ameliorasi sebagai teknik viral marketing dengan kepuasan pelanggan terhadap cita rasa? Fitrina dkk juga melakukan observasi dan wawancara dengan masyarakat tentang ameliorasi dan viral marketing.
’’Hasilnya, keputusan konsumen untuk membeli suatu produk makanan tidak hanya berfokus pada keunikan nama atau gaya promosi saja. Tetapi juga mempertimbangkan aspek rasa, visual, dan harga,’’ papar Fitriana.
Tentu saja. Kalau produk makanan dapat populer tapi rasanya b aja, maka produknya tak bertahan lama. Jadi percu’em, eh, percuma, bukan? By the way, percu’em juga termasuk kata yang mengalami ameliorasi, lho. (Retna Christa-Guruh Dimas)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: