Berkarya Terinspirasi Idola

Berkarya Terinspirasi Idola

”Atau dalam The Red Faces. Orang bisa melakukan interpretasi terhadap wajah figur yang menghadap ke bawah, dicat merah dan sebagainya,” tambahnya.

Melukis realis menggunakan cat air sangatlah membutuhkan teknik khusus. Jika gaya ekspresif atau impresif menggunakan teknik wet to wet, yakni membasahi kertas terlebih dulu, pada realis lain. ”Tekniknya dry on wet. Kering dulu, baru kemudian dilukis,” ungkapnya.

Kemudian hasil lukisan dengan warna awal dibiarkan hingga kering. Kemudian ditimpa lagi dengan warna berikutnya. Istilahnya layer to layer. Sebagaimana warna putih dalam cat air, putihnya memanfaatkan putih kertas.

”Ada lagi satu teknik untuk menyisakan warna putih kertas, yaitu menggunakan masking fluid. Tapi itu jarang saya gunakan. Terdapat bahan semacam lem untuk lukisan. Ditempelkan di beberapa sudut objek, lalu tinggal diwarnai saja. Nanti setelah kering, lem yang berupa gel tersebut bisa dikelupas,” terangnya.

Untoro Tanu Merto

Teknik tersebut memungkinkan untuk mencapai detail-detail yang rumit. Serta menjaga agar efek putih yang diinginkan tak sampai terkena saputan warna. Tapi untuk latar, Toro tetap menggunakan teknik wet on wet.

 Kesan samar, paduan warna yang dihasilkan dari proses pembiasan justru memberi kesan impresif. Lukisan realis di tengah latar yang impresif. Itulah keunikan karya-karya Toro.

Realisme dalam karya-karya pelukis yang kini menetap di Bali tersebut banyak berkutat dengan tema-tema human interest. Seperti pemandangan pasar, tempat-tempat kumuh, figur pedagang kaki lima hingga penari Bali.

Dalam Tenganan Beauty, Toro menciptakannya dari pengamatan dan kekagumannya terhadap adat istiadat Bali. Dua figur penari. (Untoro tanu Merto untuk Harian Disway)

Dalam Tenganan Beauty, karya tersebut diciptakan Toro dari pengamatan dan kekagumannya terhadap adat istiadat Bali. Dua figur penari itu digambarkan sedang bercengkerama, tapi salah satu gadisnya tampak sibuk dengan smartphone.

Seakan Toro menunjukkan sisi tradisi dan modernitas. Sekaligus mengungkap tentang keteguhan masyarakat Bali dalam menjaga adat-istiadatnya. Meskipun berada di tengah gempuran budaya dan produk asing, mereka tak meninggalkan tradisi leluhurnya.

Biasanya, Toro butuh waktu seminggu untuk menyelesaikan satu karya. Demi mencapai ketelitian dan membagi fokus terkait profesinya sebagai landscape designer. ”Apalagi untuk lukisan realis, tentu harus dikerjakan dengan cermat. Saya banyak merenung dan berproses di studio lukis saya,” ungkapnya.

A Day Before the Big Ceremony (Untoro Tanu Merto untuk Harian Disway)

Belakangan, dalam beberapa karya-karya terakhir, Toro makin asyik menggeluti impresionisme. Seperti dalam karyanya berjudul A Day Before the Big Ceremony dan Vihara Amurva Bhumi. Kedua lukisan itu banyak memanfaatkan bias paduan warna yang menggunakan teknik wet to wet.

Vihara Amurva Bhumi Untoro (Tanu Merto untuk Harian Disway)

”Agar tak melulu realisme dan persoalan detail, saya membuat lukisan dengan gaya yang berbeda. Efek blur atau samar lebih saya tekankan. Seperti selubung asap dupa atau pantulan cahaya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: