Sampai Depresi Layani Pasien

Sampai Depresi Layani Pasien

Jajak pendapat yang dilakukan Akademi Kedokteran Hong Kong membuktikan bahwa “dokter juga manusia”. Lebih dari 70 persen dokter muda di Hong Kong tumbang karena pekerjaan. Seperlimanya mengalami depresi.

SURVEI yang melibatkan 514 dokter muda itu telah dimulai sejak Februari hingga Juni 2019. Namun, waktu yang dibutuhkan untuk menganalisis data menjadi lebih panjang karena terkendala pandemi. Pada Selasa (5/10) temuan itu akhirnya diterbitkan melalui Hong Kong Medical Journal.

Responden survei adalah mereka yang telah terdaftar sebagai dokter spesialis dalam 10 tahun terakhir dan merupakan dokter residen. Penilaian oleh para akademisi menggunakan tolok ukur internasional. Yakni, mengukur kesehatan mental karyawan secara umum.

Hasilnya mencengangkan: 72 persen responden mengalami kelelahan karena alasan pribadi. Sementara, 70,6 persen melaporkan kelelahan akibat pekerjaan. Dan, 21 persen lainnya menderita depresi berat hingga sedang. 

Besarnya tanggung jawab klinis dan tuntutan kerjaan profesi dokter juga menjadi sumber penyebab stress. Puncaknya, beberapa dari mereka pernah melakukan percobaan bunuh diri. 

Penelitian itu menyebutkan, responden bekerja rata-rata 53,5 jam per minggu. Bahkan, ada yang bekerja hingga 70 jam. Di waktu ini, para dokter jarang berolahraga. Tidur pun seadanya, sekitar enam jam per hari. 

DOKTER MUDA di Queen Elizabeth Hospital Hong Kong di Kowloon.
(Foto: SOUTH CHINA MORNING POST)

Menurut para ahli, jumlah jam kerja per minggu berhubungan positif dengan depresi. Terutama untuk para dokter yang memiliki anak. Mereka lebih rentan melakukan upaya bunuh diri. 

Pemimpin survei, dr Kenny Kwan Yat-hong mengatakan bahwa kelelahan di kalangan dokter juga dapat berimbas ke ranah pribadi. Seperti kelelahan emosional, rendahnya kepercayaan diri, perasaan sikap sinis, sampai tidak mau terlibat dalam pekerjaan.

“Kesehatan mental dokter tidak hanya dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi dalam satu hari. Kami percaya bahwa itu juga dipengaruhi oleh faktor pribadi dan masalah struktural berjangka panjang, seperti karakteristik pekerjaan dokter dan hubungan mereka dengan pasien,” kata Gilberto Leung Ka-Kit, presiden akademi, seperti dikutip South China Morning Post.

Sejak adanya wabah Covid-19, pekerjaan dokter semakin berat. Tidak heran jika kebugaran fisik maupun mental mereka ikut bobrok. Padahal, kewarasan dokter berdampak besar pada sistem perawatan kesehatan di rumah sakit.

Peristiwa itu bisa berakibat fatal untuk sektor pelayanan kesehatan Hong Kong. Sebab, berpotensi memperburuk krisis dokter di negara itu. Setahun belakangan saja, mereka sudah kehilangan 1.610 tenaga dokter. Prediksinya, akan meningkat menjadi 1.949 pada tahun 2040.

Menindaklanjuti survei, Akademi Kedokteran Hong Kong berencana membentuk gugus tugas yang dapat meningkatkan jejaring sosial di kalangan dokter muda. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi risiko kelelahan. 

Begitu juga dengan Otoritas Rumah sakit Hong Kong. Mereka tidak tinggal diam. Mereka berusaha meningkatkan lingkungan kerja agar para dokter semakin betah. 

“Kami berharap para dokter mengerti bahwa mereka bukan hanya dokter, terkadang mereka juga butuh bantuan,” kata dr Leung Wing-Cheong, ketua gugus tugas. Di samping itu, menurut dr Tony Ling Siu-chi, presiden Asosiasi Dokter Umum Hong Kong, identifikasi penyebab kelelahan para dokter juga harus dilakukan. (Jessica Ester)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: