Auditor Bukan Predator

Auditor Bukan Predator

FORUM Auditor Migas (FAMI) Summit ke-10 berakhir kemarin (8/10). Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menjadi motivator pemungkas di acara yang digelar secara daring itu. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga jadi motivator sehari sebelumnya.

Instrumen pengawasan dan pengendalian menjadi elemen penting dalam masa depan hulu migas. Pemerintah telah menargetkan target produksi minyak mencapai 1 juta barel dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari hingga 2030.

Untuk itulah FAMI mengumpulkan 500 partisipan dari SKK migas, badan pengawas, asosiasi profesi, hingga akademisi kemarin.

”Terus terang saya kaget, 1 juta barel itu bisa tercapai? Tapi setelah tahu sampai 2030 saya tidak jadi kaget,” ujar Dahlan Iskan yang duduk di samping Manager Departemen Internal Audit Pertamina Hulu Energi Beni Subena.

Beni jadi moderator. Ia menggali kisah Dahlan Iskan saat jadi Menteri BUMN dan Dirut PLN. ”Apa ada kisah inspiratif saat masih menjabat dulu pak?” tanya Beni.

Saat jadi Menteri BUMN, Dahlan bicara ke wakilnya: Mahmuddin Yasin. Dahlan mengatakan ia terbiasa di swasta. Tidak tahu banyak tentang birokrasi dan segala aturannya.

Maka ia bekerja sama dengan Yasin yang seumur hidupnya di birokrat. Akan ada banyak keputusan yang diambil menteri. Selama Yasin tidak mengingatkan, maka keputusan akan diloloskan. ”Saya kira auditor harus begitu. Bukan jadi predator tapi alat yang membantu kinerja,” jelas menteri BUMN yang ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 17 Oktober 2011 itu.

DAHLAN ISKAN bersama jajaran pimpinan SKK Migas di Jakarta, Jumat (8/10/2021).  (Foto: Harian Disway)

Dahlan juga menceritakan pengalamannya saat jadi Dirut PLN. Kala itu terjadi krisis listrik di Tangerang. Pembangkit listrik di Teluk Naga tak segera berfungsi. Tidak ada transmisi dari Teluk Naga ke Tangerang.

Proyek terkendala pembebasan tanah. PLN punya standar harga yang tidak bisa diterobos. Di sisi lain, warga minta harga tinggi. Deadlock.

Proyek tak bisa ditunda terlalu lama. Ada banyak potensi ekonomi yang hilang. Sebab listrik itu dibutuhkan untuk kawasan industri yang akan menghasilkan triliunan rupiah.

Problem itu tak mungkin selesai di meja rapat. Maka, Dahlan memutuskan untuk meninjau lokasi. Ia ingin menemui petani yang lahannya sulit dibebaskan itu. “Ternyata petaninya bilang dulu saya digusur di Jakarta Pusat, lalu ke Condet, sekarang pindah ke sini kena gusur lagi,” ucap pria 70 tahun itu.

Dahlan malah minta maaf ke petani. Ia rapat di lokasi tersebut. Tanah petani tidak akan dibebaskan, tapi transmisi harus tersambung bagaimana pun caranya.

Ia melihat ada tanah yang tidak masuk dalam peta yang seharusnya dibebaskan. Dahlan minta dibangunkan gudang. Harga tanahnya tidak perlu terikat standar PLN. Meski lebih mahal, keputusan itu sangat membantu industri. “Kita keluar miliaran untuk tanah, tapi berapa triliun yang bisa diselamatkan?” lanjutnya. (Salman Muhiddin)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: