Yang Doyan Makan Lebih Cepat Pulang

Yang Doyan Makan Lebih Cepat Pulang

RUMAH Sakit Lapangan Indrapura (RSLI) ternyata sangat meminimalkan penggunaan obat pada pasien Covid-19. Upaya itu dilakukan bukan karena tidak ada anggaran. Mantan Kepala RSLI dr Erwin Astha Triyono yang kini menjabat kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jatim sengaja mengambil strategi itu untuk meningkatkan kesembuhan.

”Kami sengaja meminimalkan minum obat. Karena pasien di sini ingin hidup normal,” ujar Erwin. Pasien yang dirawat di RSLI memiliki gejala ringan dan sedang. Jika tidak ada gejala yang muncul, nakes tidak boleh terburu-buru memberikan obat ke pasien.

Secara psikologis, pasien yang tidak meminum obat akan lebih percaya diri. Mental tidak drop karena diisolasi dengan pasien lainnya.

Sejumlah obat juga memiliki efek samping. Misalnya, mual, pusing, hingga muntah. Dengan meminimalkan penggunaan obat tersebut, kerja nakes bisa lebih ringan. ”Risikonya, nakes harus sering menengok pasien,” ujar arek Wonokromo itu.

Erwin juga tidak menggunakan antiviral atau antivirus sama sekali di RSLI. Obat untuk virus itu tersedia dalam bentuk pil, tablet, sirup, dan cairan intravena (infus).

Awalnya, obat antivirus dipakai untuk mengobati penyakit seperti influenza (flu) atau herpes simpleks. Pengobatan antiviral kemudian makin marak dikembangkan sejak obat antiretroviral terbukti efektif mengatasi infeksi human immunodeficiency virus (HIV).

Sejumlah antivirus kini menjadi obat alternatif Covid-19 yang dipakai di berbagai negara. Termasuk Indonesia. Misalnya, Remdesivir. Namun, Erwin tidak memakainya untuk pengobatan.  ”WHO tidak merekomendasikannya,” kata alumnus Universitas Airlangga itu.

Ia menggunakan metode SIRNO (symptomatic, isolation, relaxation, nutrition, and observation) untuk menangani pasien dengan gejala sedang dan ringan. Pengobatan tidak diutamakan.

”Sebenarnya kalau ada infeksi, nutrisi jadi kunci,” lanjutnya. Makanya, porsi makanan di RSLI sangat besar. Setiap hari pasien mendapat jatah makanan 2.800 kalori.

Protein didapatkan dari daging ayam, sapi, atau ikan. Pasien juga selalu mendapat susu, buah, dan snack setiap hari. Pasien yang doyan makan rata-rata lebih cepat pulang.

RSLI telah merawat 10.560 pasien selama satu setengah tahun. Hanya ada empat pasien yang meninggal. Capaian itu tak terlepas dari metode yang ia terapkan.

Kantin yang biasa digunakan para pasien untuk bersantai di RSLI (9/10). (Foto: Eko Suswantoro)

Erwin mengatakan, sistem yang ia bangun di RSLI akan dipertahankan dan terus dikembangkan untuk penanganan Covid-19. Meski kasus sudah melandai, Covid-19 masih jadi penyakit yang misterius. ”Tidak boleh berhenti belajar,” katanya.

Selain meminimalkan penggunaan obat, RSLI memiliki relawan pendamping keluarga pasien Covid-19 yang meringankan tenaga nakes. Urusan sosial itu bisa ditangani relawan. ”Sehingga tenaga kesehatan bisa fokus urus pasien,” ujarnya.

Sistem yang sudah dibangun Erwin sudah diterapkan di Rumah Isolasi Orang Tanpa Gejala (RI OTG) di Bangkalan. Cara yang diterapkan bisa ditularkan ke RS darurat lainnya di Jatim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: