Tak Ada Lagi "Kerikil" di FR Wonokromo
SEBAGIAN ruas frontage road (FR) Wonokromo ditutup kemarin (18/10). Sebanyak 600 petugas gabungan diterjunkan untuk mengawal pembongkaran 15 persil yang terdampak pelebaran jalan itu.
Tiga unit ekskavator dan satu truk water canon disiagakan dalam proses pembongkaran 15 rumah itu. Inilah momentum bersejarah. Akhirnya frontage road sepanjang 5,9 kilometer itu tersambung sempurna. Tak ada lagi "kerikil". Pemkot menyelesaikan bagian paling beratnya: pembebasan lahan.
Butuh tiga tahun untuk membebaskan 15 persil itu. Sementara proses pembangunan jalan, saluran dan jalur pedestrian cuma butuh waktu 2 bulan.
Gara-gara 15 bangunan itu, FR tidak bisa tuntas 100 persen di pengujung masa jabatan Wali Kota Tri Rismaharini. Eri Cahyadi yang kini meneruskan Risma berhasil membongkar sumbatan di ujung utara FR itu.
Pembebasan 15 persil di Jalan Raya Wonokromo itu memang sangat alot. Urusannya jadi rumit karena Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS) merasa tanah yang ditempati warga itu adalah aset mereka.
ALAT BERAT dikerahkan untuk mengeksekusi 15 bangunan yang masih berdiri di jalur frontage road Wonokromo. (Foto Eko Suswantoro-Harian Disway)
Warga sudah melayangkan gugatan ke PDPS. Namun, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya belum memutuskan siapa yang lebih berhak atas tanah itu. Pemkot tak mungkin menunggu putusan itu. Pelebaran jalan harus tetap jalan. ”Prosesnya masih berjalan. Karena belum ada putusan jelas, maka kami jalan terus,” ujar Kabag Hukum Surabaya Ira Tursilowati.
Pemkot menempuh upaya konsinyasi pada 2019. Awalnya ada 24 bangunan yang tidak bisa dibongkar karena pemiliknya menolak tawaran pemkot.
Namun, satu per satu warga mulai luluh. Hingga ada 9 orang yang mengambil uang konsinyasi sebagai ganti rugi bangunan mereka. Tidak termasuk tanah. Nilainya mencapai Rp 671.803.000.
Kini tersisa Rp 1.114.890.000 di pengadilan. Semuanya jatah 15 pemilik bangunan yang dibongkar kemarin.
”Tiga tahun kami melawan,” ujar Koordinator Warga Terdampak Pelebaran FR Wonokromo Muhammad Baidowi. Namun warga kini bisa lebih tenang. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sudah berhasil menjalin kesepakatan dengan warga.
Pembongkaran bisa digelar secara damai. Mobil water canon dan pasukan Polrestabes Surabaya tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk menghalau bentrokan.
Warga juga sudah mengosongkan bangunan itu sebelum dieksekusi. Prosesnya pun bisa berjalan cepat.
PROSES eksekusi pembebasan 15 persil di jalur frontage road Wonokromo kemarin (18/10). (Foto: Eko Suswantoro-Harian Disway)
Baidowi berkali-kali menegaskan bahwa rumah yang mereka tempati bukan milik PDPS. ”Mereka tidak bisa menunjukkan satu pun bukti kepemilikan. Kami yang sudah lama di sini, lebih berhak,” katanya.
Ayah Baidowi adalah pedagang di Pasar Wonokromo Lama pada 1958. Pasar terbakar beberapa kali. Sampai akhirnya pemkot mendirikan Darmo Trade Centre (DTC) di atas lahan pasar itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: