Cemarkan Nama Baik PN Sidoarjo, Dua Pengacara Disidang

Cemarkan Nama Baik PN Sidoarjo,  Dua Pengacara Disidang

TERDAKWA Guntuan dan istrinya, Tutik Rahayu, pasangan suami istri yang juga berprofesi pengacara itu, memberikan tanggapan (duplik) atas tanggapan (replik) dari jaksa penuntut umum (JPU) yang menolak eksepsi yang diberikan terdakwa. Duplik itu diberikan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya Senin (18/10).

Menurut terdakwa, perkara itu sudah aneh dan ajaib sejak berada di kepolisian. Sebab, dalam perkara tersebut, tidak ada berita acara pemeriksaan (BAP) korban.

Pelapor hanya dibekali surat tugas mewakili korban. Dalam hal ini, yang menjadi korban adalah institusi Pengadilan Negeri Sidoarjo. Atau majelis hakim yang menangani perkaranya di Sidoarjo.

”Karena itu, kami tidak mau menerima atau mengakui perkara ini diajukan ke pengadilan,” kata Guntuan dalam dupliknya. Dengan begitu, secara otomatis, unsur pidana sesuai KUHP pasal 1 ayat (1) tidak terpenuhi.

”Kalau saja jaksa peneliti perkara selaku pengendali kepolisian objektif dan profesional, dapat dipastikan perkara a quo ditolak dan tidak sampai P-21. Tapi, jaksa peneliti menyalahgunakan kewenangan KUHAP yang diberikan kepadanya. Jadi, perkara ini sampai di persidangan,” tambahnya.

Bahkan, pada materi laporannya, yaitu dugaan hakim kena sogok dan melakukan restoratif justice, sudah gugur. Sehingga tidak bisa lagi dijadikan dalil pemidanaan. Sebab, hakim yang diperotes kedua terdakwa sudah dijatuhi sanksi oleh Komisi Yudisial (KY).

Bahkan, Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung sudah mengadopsi Perpol No 8 Tahun 2020, Perja No 15 Tahun 2020, serta Dirjen Badilum 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020. Terkait restoratif justice.

Dari dasar itu, kedua terdakwa menyebut jaksa yang meneliti perkara a quo tidak cerdas. Atau bahkan dikategorikan membohongi publik. ”Pertimbangan itu tidak dalam argumentasi membahas materi dakwaan yang diberikan jaksa kepada kami,” tambahnya.

Ada kejanggalan lain yang mereka rasakan dalam perkara yang menimpa mereka. Mereka juga menilai Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Sidoarjo Gatot Haryono diduga memalsukan undang-undang.

Karena itu, pasutri yang menjadi terdakwa tersebut menggunakan hak melawan dengan mengikuti amanat UUD 45 pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 28 a, pasal 28 d ayat (1), pasal 28 g ayat (1), yang dijamin dan dijunjung tinggi oleh negara tanpa ada pengecualian.

Juga, pada Perja No PER-036/A/JA/09/2021. Tentang standar operasional (SOP) dan Perja No Per-067/A/Ja/ 07/2007. Tentang kode etik perilaku jaksa yang ditekankan pada pasal 3 dan pasal 4. ”Kewajiban dan larangan jaksa dalam melaksanakan profesi, menurut kami, sesungguhnya jaksa adalah penegak hukum yang banyak melanggar hukum,” tegasnya.

Karena semua alasan tersebut, para terdakwa meminta majelis hakim agar dakwaan jaksa harus ditolak. Serta, dinyatakan batal demi hukum. Lalu, majelis hakim memutuskan untuk persidangan itu ditunda dua minggu. Agendanya membacakan putusan sela.

Berdasar surat dakwaan jaksa, kedua terdakwa yang berprofesi advokat itu dianggap telah mencemarkan nama baik PN Sidoarjo melalui unggahan di media sosial Facebook pada 2018. Ketika itu mereka sebagai penasihat hukum mendampingi klien yang menjadi terdakwa dalam perkara pidana.

Mereka tidak puas dengan putusan majelis hakim yang tidak memihak kliennya. Di dalam ruang sidang, keduanya melontarkan kalimat yang menjelekkan majelis hakim dan institusi PN Sidoarjo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: