Masih 311 ODGJ yang Masih Dipasung
Pemerintah Provinsi Jawa Timur punya misi membebaskan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang dipasung. Targetnya, Jatim Bebas Pasung 2024. Hal itu selaras dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
MENURUT undang-undang tersebut, ODGJ wajib mendapat perlindungan dan hak-hak untuk mendapat perawatan. Juga harus diberi kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya. “Karena pemasungan dan pengurungan terhadap ODGJ itu bisa dianggap sebagai pelanggaran HAM,” Sekretaris Dinas Sosial Jatim Restu Novi Widiani, kemarin (25/10).
Pemasungan ODGJ itu kerap dilakukan oleh pihak keluarganya sendiri. Dengan berbagai alasan. Misalnya, dengan tujuan keamanan. Baik bagi si ODGJ maupun lingkungan sekitarnya. Namun, tetap saja pemasungan itu bukan cara yang tepat.
Pemasungan bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang merampas hak untuk hidup secara layak. Di sisi lain, keluarga juga tidak bisa membiarkan ODGJ berkeliaran secara bebas. Sebab, kata Novi, bisa dikenai pasal 491 butir 1 KUHP. Yakni bisa diancam pidana denda maksimal Rp 750 ribu.
Pihak keluarga harus bisa mengupayakan cara yang lebih tepat. Yakni dengan mengusahakan kesehatan jiwa bagi si penderita. Misalnya, melakukan pengobatan dan perawatan secara rutin.
“Itu kewajiban keluarga. Tapi mengingat keterbatasan warga pada umumnya, jadi sering dijumpai banyak yang berkeliaran di jalanan. Tapi itu juga masih lebih manusiawi ketimbang memasung ODGJ,” jelasnyi.
Menurut data E-Pasung, hingga September 2021, masih ada 311 ODGJ yang masih dipasung. Dinsos Jatim juga turun tangan. Yakni dengan menambah jumlah pendamping pasung.
“Saat ini baru ditambah 24 orang jadi total ada 140 orang pendamping,” kata Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinsos Jatim Sugiyono. Sebagian dari mereka merupakan tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) dan relawan, sisanya dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota.
Mereka juga telah dibekali pelatihan khusus. Yakni dalam rangka mengoptimalkan teknis pendampingan mereka. Serta untuk penyiapan keluarga dalam menerima kembali ODGJ yang dibebaskan. “Para pendamping dibekali dua hal itu. Mendampingi yang dipasung dan membantu menyiapkan psikis pihak keluarganya,” jelas Sugiyono.
Tentu saja, pelatihan itu diberikan oleh para tenaga ahli. Yakni para dokter yang bertugas di RS jiwa di Jatim. Di antaranya, pembekalan terkait mekanisme mekanisme pelayanan kesehatan jiwa bagi korban pasung. Dan pembekalan terkait peran pendamping dalam pelayanan pasca perawatan jiwa.
Sugiyono berharap, pembekalan itu bisa meningkatkan kapasitas SDM para pendamping. Agar mereka lebih profesional, aktif, dan cekatan. Terutama dalam menangani korban pasung psikotik di daerah-daerah.
Selain itu, para pendamping juga disediakan program administrasi terpadu manajemen (ATM) pasung. Yakni program penanganan korban pasung berbasis IT. Berisi pemaparan data penanganan korban pasung secara dinamis. “Kami berharap para pendamping benar-benar siap setelah pembekalan itu. Dan mampu meminimalkan pemasungan kembali di Jawa Timur,” katanya. (Mohamad Nur Khotib)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: