Tes PCR dan Keserakahan

Tes PCR dan Keserakahan

Tumben, ormas Projo keras ke pemerintah. Ketua Satgas Covid-19 Projo Panel Barus Kamis (28/10) menyatakan: "Ada mafia tes PCR, merampok rakyat." Mafianya harus disikat.

----------

Meski itu ditujukan ke tim penanggulangan pandemi korona, ketua tertingginya kan Presiden Jokowi. Sedangkan Projo singkatan Pro Jokowi.

Ketua Komisi Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) ialah Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian). Wakil ketua ada lima: Menko Maritim dan Investasi. Menko Polhukam. Menteri Keuangan. Menteri Kesehatan. Menteri Dalam Negeri.

Didukung tiga pelaksana harian: Ketua Pelaksana: Menteri BUMN. Ketua Satgas Penanganan Covid-19: Kepala BNPB. Ketua Satgas PEN: Wamen 1 BUMN.

Semua di bawah kendali Jokowi. Maka, serangan Projo bagai menepuk air di dulang, tepercik muka sendiri.

Projo fokus ke ini: Ketika pandemi korona ganas, masyarakat bisa tes antigen dan GeNose. Nah, sekarang, kasus korona melandai, malah wajib PCR. Maksudnya, seolah ”aji mumpung”. Sebentar lagi korona habis. Senyampang masih ada, di saat akhir, rakyat dirampok (istilah Projo).

Tarif tes PCR di Indonesia memang aneh. Tahun lalu Rp 2,5 juta. Tapi, tidak diwajibkan untuk umum. PCR terakurat jika dibandingkan dengan lainnya. Yang diwajibkan, tes yang bukan PCR, karena harga jauh lebih murah (sekitar Rp 100 ribu). Warga miskin tak peduli PCR.

Ketua Satgas Covid-19 (saat itu) Doni Monardo di rapat Komisi VIII DPR, Kamis, 3 September 2020, menilai, harga Rp 2,5 terlalu tinggi. Doni mengatakan:

"Ada rumah sakit mematok harga tes PCR swab sampai di atas Rp 2,5 juta. Padahal, harga rutin atau harga yang bisa kita lihat sebenarnya tidak lebih dari Rp 500 ribu per unit atau per sekali pemeriksaan spesimen."

Memang, tes PCR gratis di puskesmas. Karena disubsidi pemerintah.

Waktu itu epidemiolog dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani mendorong pemerintah mengendalikan harga tes PCR. Menurutnyi, dengan harga terjangkau, masyarakat akan sadar menjalani tes swab mandiri.

Kementerian Kesehatan pun menerbitkan Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Surat edaran tersebut disahkan Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Prof dr Abdul Kadir, Senin, 5 Oktober 2020.

Kadir: "Memang batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR ini perlu kita tetapkan. Penetapan batas tarif ini melalui pembahasan secara komprehensif antara Kemenkes dan BPKP terhadap hasil survei serta analisis yang dilakukan pada berbagai fasilitas layanan kesehatan."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: