Investasi Ratusan Juta, Belum Raup Untung

Investasi Ratusan Juta, Belum Raup Untung

Jalan Tunjungan sudah bangkit setahun terakhir. Sebelas pengusaha mendirikan cafe dan restoran di pusat jalan legendaris itu. Muda-mudi yang datang ke Tunjungan kini punya tempat nongkrong. Tidak sekadar foto-foto lalu pulang.

FAHAD Umar dan Heri Darmanto langsung menuju Cafe Piring Seng begitu turun dari mobilnya. Mereka tersenyum sambil geleng-geleng setelah mengikuti rapat dengar pendapat di DPRD Surabaya Senin (8/11). “Kalau Komisi C menepati janjinya, yo jos. Kalau rapat tadi cuma formalitas, ya percuma,” kata Fahad lalu memesan es kopi ke pegawainya. 

Komisi C menjanjikan perlindungan bagi pengusaha yang terdampak kebijakan larangan parkir itu. Pemilik tenant diharapkan tetap berdagang seperti biasa. Dewan akan melobi pemkot agar menunda larangan parkir sampai ada keputusan dalam rapat dengar pendapat kemarin (10/11). 

Pedagang menginginkan jalan tengah. Mereka mau menerima kebijakan larangan parkir tepi jalan itu jika durasinya dipersingkat.

Pemkot melarang semua kendaraan parkir di tepi jalan sejak pukul 16.00 hingga 23.00. Pedagang mengusulkan agar pembatasan bergulir pukul 16.00 hingga 19.00. “Kalau sudah lebih dari jam delapan malam, mereka pasti mencari tempat nongkrong lain,” ujar Fahad.

Pembatasan itu diharapkan hanya berlaku pada Senin-Jumat. Dengan begitu orang-orang yang hendak pulang kerja bisa lebih leluasa lewat Tunjungan.

Fahad menilai, pembatasan sudah tidak relevan jika digelar pada akhir pekan. Jalanan relatif lebih sepi. Saat itu pedagang juga berharap bisa meraup keuntungan. “Kita ini berupaya menyumbang pajak restoran, lho. Plus menghidupkan Tunjungan yang lama mati suri. Masak tidak didukung?” lanjut pria yang tinggal di lantai dua cafenya itu.

Menurutnya, pengusaha Jalan Tunjungan seharusnya dapat insentif atau bantuan. Bukan malah dipersulit dengan urusan parkir.

Pemilik Street Boba Heri Darmanto tertawa mendengar perkataan Fahad itu. “Dapat bantuan? Kapan?” canda pria yang punya dua tempat usaha di Jalan Tunjungan itu.

Pengusaha sudah menginvestasikan ratusan juta untuk membuka usaha di Tunjungan. Sewa bangunannya saja lebih dari Rp 100 juta. Itu belum termasuk ongkos pembangunan interior dan eksterior yang mereka keluarkan.

Mereka ingin bertahan di tengah pandemi dengan menjual makanan dan minuman. Dua sektor ini termasuk yang paling stabil. 

Namun upaya itu harus melewati pasang surut. Toko-toko mereka harus tutup saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (2020). Omzet mereka benar-benar nol saat gelombang pertama Covid-19 menyerang pada pertengahan 2020.

Rupanya gelombang kedua menyerang lagi Juni-Juli lalu. Cafe dan restoran sempat tutup total selama dua bulan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Makanan dan minuman tidak bisa disantap di cafe atau restoran. Pemilik usaha tidak boleh menyediakan meja dan kursi untuk pengunjung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: