Di Kedaibilitas, Seni jadi Metode Terapi

Di Kedaibilitas, Seni jadi Metode Terapi

“Karena saat itu momen sumpah pemuda,” jawab Ryan dengan nada terbata-bata. Gambar-gambarnya juga dipakai untuk logo produk makanan Kedaibilitas. Nama-namanya juga khas. Di antaranya, Churros Colek, Dimsum Syndrom, Brownies Pak Guru, dan lain sebagainya.

Laboratorium Kedaibilitas juga mengarahkan mereka untuk memproduksi berbagai macam kue. Tujuannya untuk memperbesar peluang mereka terjun ke pasar. Selama masa pandemi, kue-kue itu hanya dibikin saat ada pesanan saja.

Lalu, bagaimana dengan kegiatan Yudhi, Nanda, dan Ariki?

Mereka yang paling terlihat normal secara fisik. Pengalaman mereka pun agak berbeda. Ariki, misalnya, yang pernah menempuh sampai pendidikan tinggi. Namun terpaksa di-drop-out oleh kampusnya. “Dulu di STIKES. Nilaiku gak setara sama yang lain, terus di-DO pas semester dua,” ujarnya.

Ariki merupakan yang paling tua. Usianya 30 tahun. Memutuskan bergabung ke Kedaibilitas agar bisa mengasah kemampuannya di bidang lain. Sejauh ini, ia turut membantu seluruh aktivitas Laboratorium Kedaibilitas. Dari desain grafis, bikin kue, maupun bikin strap masker.

“Tapi, sebelum gabung ke sini, Ariki pernah kerja di beberapa perusahaan,” sahut Andi. Nah, di tempat kerjanya dulu si Ariki sering di-bully. Atau setidaknya dipandang rendah oleh rekan-rekan kerjanya yang lain. “Stigma itu masih lekat di masyarakat. Makanya, tujuan Kedaibilitas ini salah satunya untuk mewadahi mereka agar punya kemampuan lebih,” tukasnya. (Mohamad Nur Khotib)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: