Alasan Eternals Diberi Rating Buruk oleh Kritikus dan Fans

Alasan Eternals Diberi Rating Buruk oleh Kritikus dan Fans

 Buat Zack Snyder sekalipun, membawa enam pahlawan super ke dalam satu film (Batman v Superman) sudah cukup bikin kewalahan. Di sini, Chloe Zhao harus memperkenalkan 10 superhero sekaligus! Butuh penceritaan spesial untuk memperkenalkan mereka sekaligus membangun konflik. Berikut penyelesaiannya.

Karena itu, Zhao—yang memenangi gelar Sutradara Terbaik di ajang Academy Awards 2021 lewat Nomadland—memilih gaya bertutur. Banyak ngobrol-nya. Kadang diselingi flashback ke berbagai era. Alhasil, adegan action-nya terbilang sedikit untuk ukuran film MCU. Mungkin, buat para kritikus dan sebagian fans, itu dianggap membosankan.

KIT HARINGTON (kiri) sebagai Dane Whitman diprediksi menjadi sosok penting dalam sekuel Eternals nanti. 

Padahal dari segi cerita, Eternals sangat menarik. Konflik yang diangkat jauh lebih dalam dari sekadar kebaikan melawan kejahatan. Ia benar-benar mengajak kita berpikir kembali soal esensi menjadi superhero—atau bahkan menjadi manusia—secara general. Apakah manusia benar-benar layak disebut sebagai pemimpin alam semesta? Kenapa kita layak diselamatkan? Kenapa sang pencipta menganggap kita tidak sepenting itu? 

Di sisi lain, kita bisa mendapatkan banyak sekali pelajaran dari tokoh-tokoh Eternals. Sebagai superhero yang sama sekali bukan manusia, mereka justru sangat manusiawi. Para Eternals bisa mencintai, bisa memendam perasaan, bisa bete, bisa narsis juga. Penokohan mereka keren-keren. Sayang, saking banyaknya, eksplorasinya memang kurang memuaskan. Terbatas durasi.

Gaya plot maju-mundur bisa jadi blunder, kalau tidak disajikan dengan baik. Untung, flashback dalam Eternals hanya terjadi dalam tataran memori Sersi. Sehingga tidak terlalu membingungkan. Penggambaran era demi era yang mereka lalui lumayan akurat. Jahitannya rapi. Cukup enjoyable dan melengkapi narasi.

Humornya juga spot on. Lelucon soal mesin uap cukup bikin terkikik. Kepolosan Dane Whitman yang jatuh cinta habis-habisan pada Sersi bikin tertawa gemas. Sedangkan kehadiran Karun (Harish Patel), pembantu Kingo, sukses bikin ngakak sepanjang waktu. Chemistry antara Kumail Nanjiani dan Patel sukses menyegarkan film ini.

KINGO yang diperankan Kumail Nanjiani memberikan elemen humor yang sangat segar dalam Eternals. 

Satu hal lagi yang bikin Eternals asyik dinikmati, adalah referensi Game of Thrones. Ada dua alumus Game of Thrones di sini. Yakni Richard Madden, pemeran Robb Stark. Serta Kit Harington, pemeran Jon Snow. Selama tujuh musim, kita mengenal Jon sebagai saudara tiri Robb.

Di Eternals, Ikaris (Madden) adalah mantan suami Sersi. Sedangkan Dane (Harington) adalah pacar Sersi yang sekarang. Bayangkan betapa lucunya ketika Ikaris dan Dane akhirnya bertemu dan saling menyindir. Mau tak mau, fans Game of Thrones akan mengingat adegan ketika keduanya masih cupu di Winterfell.

Oke, Eternals memang punya beberapa kekurangan. Misalnya—kata kritikus di AS—berantemnya kurang kolosal. Ah, mungkin mereka mengharapkan ending ala Avengers: Endgame. Atau minimal seperti The Avengers. Betul, sih. Harus diakui, pertempuran di akhir film sangat kurang greget. Tapi secara keseluruhan, Eternals bukan film jelek. Saya berani memberinya rating 8 dari 10. Berkat Chloe Zhao. (Retna Christa)   

SALAH SATU kelebihan Eternals adalah visualnya yang benar-benar indah. 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: