Batik 150 Tahun Simpanan Mbah Buyut

Batik 150 Tahun Simpanan Mbah Buyut

Bermula dari rasa penasaran dengan harga kain batik yang mahal. Hal itu mendorong Dian Kyriss mendalami makna yang ada di belakangnya. Sejak tahu bahwa batik ternyata memiliki makna dan filosofi tinggi, ia menjatuhkan pilihan untuk mengoleksinya dengan kekhususan kain batik-batik tua.

Kini koleksi batiknya bejibun. Bukan hanya ratusan. Namun Dian memiliki ribuan jenis kain. Semuanya tersimpan dengan apik di dalam rumahnya di kawasan Graha Family, Surabaya.

Dia mnempatkannya di dalam ruangan penyimpanan khusus. Dirinya sering berkutat di ruang itu. Membongkar dan membiarkan setiap koleksi mendapatkan udara segar. ”Ya supaya tidak pengap berada di dalam lemari terus menerus,” terangnya.

Ribuan potong kain batik didapatkan dari berbagai daerah. Ada yang ditumpuk rapi di lima lemari kayu dan kaca berukuran besar dengan model kuno. Ada pula yang digulung dalam gulungan khusus untuk batik. Beberapa bahkan ada yang dipajang seadanya seperti jemuran kain.

Lemari batik tempat menyimpan koleksi Dian Kyriss. Sengaja dipilih yang bentuknya klasik agar satu tema dengan benda di dalamnya.

Ruang penyimpanan sengaja dibuat tertutup dan punya AC sendiri. Dilengkapi koleksi guci-guci kuno dan berbagai jenis souvenir khas dari berbagai daerah yang juga tampak kuno. Dian benar-benar membuat batik-batik itu seperti berada di museum atau galeri khusus barang kuno.

”Saya sengaja memilih batik yang kuno-kuno karena memiliki nilai sejarah lebih. Dibandingkan dengan batik yang sekarang,” jelas ibu dua anak itu. Jenisnya bermacam-macam. Mulai dari batik berumur cukup tua dari Sidoarjo, Yogyakarta, Solo, Pekalongan, Tasikmalaya, Lasem, Kalimantan, hingga Sumatera, Dian memilikinya.

Sedangkan untuk yang lebih tua lagi, Dian mengaku memilih batik yang dimiliki warga-warga di sekitaran kampung batik di sekitar daerah-daerah itu.

”Yang paling tua usianya sekitar 150 tahun. Saya dapatkan di kampung Jetis Sidoarjo. Milik keluarga pembuat batik zaman dulu yang menemukan batik itu di tumpukan barang mbah buyutnya. Warnanya hijau,” jelas Dian.

Beberapa kain koleksi Dian Kyriss yang diletakkan di luar untuk diangin-anginkan agar tak dimakan ngengat.

Tanpa bersedia menyebut nama, Dian mengisahkan kalau pemilik batik itu sebelumnya adalah pembuat kain zaaman dulu di Jetis. Kemudian tutup dan hingga tahun 2007, saat cucu dan cucu buyutnya akan kembali membuka usaha batik, kain itu ditemukan.

”Saat saya bertemu mereka, dan mereka menceritakan riwayat kain batik itu, saya beranikan untuk beli. Harganya lumayan tinggi bila dibandingkan benda-benda koleksi saya yang lain. Tapi saya merasa puas bisa mendapatkannya,” ungkap Dian yang tetap kekeh tidak mau menyebut nominal.

Rasa puas yang dirasakan itu seakan candu. Membuat Dian semakin jatuh cinta untuk mengoleksi batik tua. Selain dari Jetis, Sidoarjo, Dian juga berhasil mendapatkan kain batik Yogya dari seorang nenek di Ponorogo yang tak lain adalah kampung halamannya.

Batik Yogya itu diberikan seorang nenek, tetangganya, begitu saja. Tapi dengan dua syarat. Kain batik itu harus dijaga dengan baik dan tidak digunakan untuk hal-hal yang mengandung mistis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: