Batik 150 Tahun Simpanan Mbah Buyut

Batik 150 Tahun Simpanan Mbah Buyut

Kain batik motif parang dengan warna cokelat susu itu, disebut si nenek adalah warisan dari orangtuanya yang diberikan saat dia menikah. Tidak tahu berapa usia pastinya belum tahu.

Nenek ini meninggal tahun 2009 lalu. Pada usia 89 tahun. ”Tentunya kalau dia menikah usia 20 tahun, kain ini sudah berusia lebih dari 50 tahun,” tukas Dian. Selain dua batik tersebut, kain batik lainnya rata-rata buatan tahun 1950-an hingga tahun 1970-an.

Untuk mendapatkannya, Dian rela berkeliling masuk ke kampung-kampung. Biasanya dia datang ke kampung pembuat batik. Kemudian mencari pengrajin lama. Atau bertanya ke penduduk siapa orang-orang tua di daerah kampung itu yang suka menyimpan batik.

Kebanyakan didapatkannya dalam kondisi bekas. Sebelumnya pernah dipakai beraktivitas oleh pemilik. Tak jarang kondisinya kurang sempurna. Ada yang sobek sampai lusuh.

Dian mengaku juga punya batik dari Sumatera. Ia mendapatkannya di Palembang bermotif gajah yang biasa ada di Lampung. Tapi ternyata pembuatnya adalah orang Jawa yang bertransmigrasi di daerah perbatasan Lampung dan Sumatera Selatan pada tahun ’1970an.

Di daerah transmigrasi itu, mereka juga membatik dengan menggunakan motif khas daerah mereka tinggal. ”Jadi siapa bilang, batik hanya ada di Jawa, daerah lain juga ada. Saya juga menemukan batik di Bali dan Kalimantan Selatan, meskipun belum menemukan yang usianya lebih dari 20 tahun,” lanjut Dian.

Dengan koleksinya itu, Dian berencana untuk akan terus merawatnya hingga batas waktu yang tidak terbatas. Meski banyak yang menawar untuk membeli, Dian mengaku tidak akan melepasnya meski pernah ditawar puluhan juta rupiah per potong.

Pianonya pun dihias kain batik. Ini menandakan kecintaan Dian Kyris pada batik. 

Baginya, mengoleksi batik adalah bentuk penyelamatan benda bersejarah. Ia berharap generasi muda bisa turut menghargai batik. Caranya adalah dengan memakainya. Tidak harus langsung beli batik tulis yang harganya mahal. Bisa dimulai dengan memiliki batik cap.

”Batik cap juga layak diapresiasi. Pembuatannya memang menggunakan mesin. Tapi dengan cara itu jumlah kain dengan corak batik yang dihasilkan menjadi lebih banyak,” tutupnya. (Heti Palestina Yunani-Ajib Syahrian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: