M Irfan Ilmie, Wartawan Indonesia, Mengungkap Fakta Uighur Lewat Buku Kesaksian

M. Irfan Ilmie merilis buku Di Balik Konntroversi Xinjiang.-Irfan for Harian Disway-
HARIAN DISWAY — Wartawan Indonesia yang juga Kepala Biro LKBN Antara di Beijing, M. Irfan Ilmie, merilis sebuah buku kesaksian yang mengangkat realitas kehidupan etnis Muslim minoritas Uighur di Xinjiang, Tiongkok.
Buku setebal 360 halaman berukuran 14 x 21 cm dan dijual seharga Rp139.000 itu disusun dengan pendekatan objektif, tanpa provokasi, dan berusaha menghindari bias.
BACA JUGA:Tiongkok yang Berjuang Melawan Penurunan Populasi: Hidup Kian Mahal, Pilih Tanpa Anak
Bahkan juga menyajikan gambaran secara kontekstual terhadap berita dan peristiwa yang selama ini mewarnai pemberitaan global mengenai rezim komunis Tiongkok dan perlakuannya terhadap umat Islam di wilayah tersebut.
Dalam kurun waktu 2016–2023, Irfan beberapa kali mengunjungi Xinjiang. Ia menyaksikan langsung dinamika pembangunan dan kehidupan sosial masyarakat Uighur yang menjadi mayoritas di wilayah otonomi tersebut.
BACA JUGA:Peringatan 80 Tahun Kemenangan Perang Rakyat Tiongkok, Serukan Jaga Perdamaian
Ia termasuk segelintir wartawan asing beragama Islam yang mendapat akreditasi peliputan di Tiongkok. “Semua yang saya lihat, saksikan dan dalami, saya tulis dalam buku ini,” terangnya.
Menurutnya, posisi strategis Xinjiang di barat laut Tiongkok yang berbatasan langsung dengan Afghanistan yang dilanda perang berkepanjangan membuat isu Uighur menjadi sorotan dunia.
BACA JUGA:Melihat Abadinya Masa Silam dalam Kota Modern Tiongkok
Juga faktor ekonomi dan geopolitik termasuk ambisi Tiongkok membangun jalur perdagangan Belt and Road melalui negara-negara Asia Tengah. Membuat perbincangan ini sarat dimensi politik.
Mencuat paradoks. Di satu sisi, narasi internasional menggambarkan diskriminasi, eksploitasi, bahkan genosida terhadap Uighur.
Sementara di sisi lain, Irfan juga melihat modernisasi dan pembangunan di Xinjiang yang digalakkan pemerintah pusat.
BACA JUGA:Tiongkok Ngegas
Kontradiksi inilah yang membuat Xinjiang menjadi medan perdebatan sengit antara fakta dan propaganda, khususnya dalam konteks rivalitas Amerika Serikat–Tiongkok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: