Ingar-Bingar yang Kini Tinggal Kenangan

Ingar-Bingar yang Kini Tinggal Kenangan

Para finalis Koko Cici Jawa Timur 2021 mendapat mandat untuk memberitahu masyarakat seputar tempat pariwisata di Jawa Timur. Mereka diminta untuk mengemasnya secara menarik. Patricius Jasson, salah seorang finalis, memilih Kya-Kya Kembang Jepun.

TETENGER kawasan itu begitu khas: gerbang besar di ujung-ujung jalan. Warnanya merah-hijau. Dengan hiasan naga di atasnya. Khas Tionghoa. Di situ ada tulisan Kya-Kya.

Patricius Jasson mengingat Kya-Kya sebagai salah satu tempat hiburan warga. Itu betul. Pada 31 Mei 2003, diresmikanlah Pusat Kya-Kya Kembang Jepun. Persis pada HUT Surabaya.

Penggagas kawasan kuliner dan jalan-jalan itu adalah Dahlan Iskan. Ia juga mengambil kata kya-kya—dari bahasa/dialek Hokkian—yang artinya jalan-jalan.

Selama bertahun-tahun, Kya-Kya menjadi tempat jalan-jalan dan mencari makan malam warga Surabaya. Ratusan pedagang membuka lapak di tepian jalan. Pengunjung makan di tengah-tengah jalan yang sudah diberi meja dan kursi. Mereka dihibur dengan berbagai sajian seni. Mulai barongsai, panggung kecil yang menghadirkan musik khas Tiongkok, dan sebagainya.

Sayang, aktivitas itu surut sekitar lima tahun kemudian. Hingga akhirnya Kya-Kya Kembang Jepun seperti kembali ditinggalkan.

Padahal, Jalan Kembang Jepun adalah salah satu kawasan bersejarah di Surabaya. Ia pernah menjelma sebagai salah satu sentra ekonomi di masa silam. Kembang Jepun adalah jantung kawasan Pecinan yang berbatasan langsung dengan kawasan ’’Eropa’’. Batasnya adalah Kalimas dan Jembatan Merah.

Sejak Kya-Kya sepi, kemeriahan itu tinggal kenangan. Imlek yang seharusnya jadi acara besar di sana pun tak memberi dampak signifikan. Jalan Kembang Jepun sudah semakin sepi. “Siangnya memang ramai. Tapi kalau malam hari sudah seperti kota mati,” kata lelaki 20 tahun itu.

Pemerintah Kota Surabaya pernah mengumumkan wacana untuk kembali menghidupkan Kya Kya. Revitalisasi telah direncanakan mulai dari Jalan karet, Jalan Panggung, sampai Kembang Jepun. Harapannya lokasi itu bisa jadi venue pergelaran budaya secara akulturatif. Apalagi lokasinya tak jauh dari Kawasan Religi Ampel yang notabene pusat aktivitas masyarakat etnis Arab dan penganut agama Islam.

Mahasiswa Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Surabaya tersebut berharap agar generasi muda saat ini tetap paham sejarah Kya-Kya. Tempat yang pernah jadi pusat aktivitas dan akulturasi budaya. 

Jasson membuat video singkat berdurasi satu menit yang dirasanya cukup untuk memberi penjelasan singkat tentang Jalan Kembang Jepun. Dari cerita tersebut maka perbincangan seputar Kya-Kya tak akan pernah mati. Mungkin saja sangat sulit mengulang kejayaan masa lampau. Akan tetapi, sejarah dan kisahnya akan tetap abadi.

Patricius Jasson merupakan seorang dari 20 finalis Koko Cici Jawa Timur 2021. Saat ini, para peserta sedang melakukan pemantapan guna menyambut masa karantina mandiri yang dilaksanakan pada pertengahan Desember 2021. Setelah itu, mereka akan bertemu di Grand Final pada 19 Desember 2021.

Mereka akan disaring berdasar kemampuan penalaran, penampilan, dan perilaku. ’’Soal fisik dan talenta saya rasa semua sudah mumpuni. Tinggal mencari siapa yang punya unggah-ungguh paling baik,’’ ucap Olivia Faida, ketua panitia pemilihan Koko Cici Jawa Timur 2021. (Ajib Syahrian Nor)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: