Pengorbanan Heroik Mayor Hasanuddin Sadik

Pengorbanan Heroik Mayor Hasanuddin Sadik

Jembatan Sepanjang, Sidoarjo, kini telah direnovasi dan menjadi indah dipandang. Namun di balik keindahan tersebut, tersimpan kisah sejarah perang 10 November 1945. Seorang pejuang berpangkat mayor gugur di bawah jembatan tersebut.

INGGRIS dan tentara sekutunya dengan pongah sesumbar bahwa mereka mampu membumi hanguskan Surabaya dalam waktu tiga hari. Nyatanya, perang terbesar pasca berakhirnya Perang Dunia II tersebut molor hingga tiga minggu. Perlawanan arek-arek Suroboyo dan sekitarnya tak main-main.

Termasuk bagi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berjaga di sebelah selatan dan utara Sungai Sepanjang. Bagian selatan dijaga oleh Batalion Genie Pionir (Pasukan Teknik Gajah Mada), dengan didampingi Batalion Sawunggaling dan Batalion Moh Isa Edris.

Sedangkan di bagian utara dijaga oleh Batalion Bambang Juwono dan Batalion Darmosoegondo. Posisi mereka berada di daerah Karangpilang, Surabaya. 

“Dari buku Surabaya Bergolak, pada akhir November itulah terjadi perang sengit antara pejuang dan tentara Inggris di area utara Sungai Sepanjang,” ujar Ahmad Zaki Yamani, pegiat sejarah dari komunitas Roodeburg Soerabaia.

Ketika itu tentara Inggris yang diboncengi NICA-Belanda, ingin merangsek ke arah Sepanjang dan Krian. Akses utama untuk menguasai Sepanjang adalah melalui jembatan yang membujur dari utara ke selatan tersebut. 

Dengan persenjataan dan peralatan tempur yang lebih modern, Inggris berhasil memukul mundur para pejuang dari batalion yang berjaga di utara. “Suara tembakan terdengar hingga markas TKR di Ketegan. Waktu itu mereka menempati bekas pabrik gula,” ungkapnya. Ketika suara terdengar semakin jelas, maka para pejuang di Ketegan telah memperkirakan bahwa kawasan utara telah jatuh ke tangan Inggris dan antek-anteknya.

Maka harapan bertumpu pada Batalion Sawunggaling dan Batalion Moh Isa Edris di selatan. Namun beberapa hari sebelum perang 10 November dimulai, mereka telah mengatur siasat. Pemimpin-pemimpin tertinggi dari batalion tersebut memiliki keahlian militer yang mereka dapatkan dari didikan Jepang. Salah satu dari mereka adalah Mayor Hasanuddin Sadik, pemimpin Batalion Genie Pionir. 

Pejuang TKR asal Aceh yang telah lama menetap di Surabaya itu memiliki keahlian membuat detonator. “Dirangkai dan diletakkan di bawah konstruksi jembatan Sepanjang,” ungkap Zaki. Para pejuang sebelah selatan menanti-nantikan tentara Inggris beserta tank-tank tempurnya yang mulai mendekat ke arah jembatan. Mayor Hasanuddin telah siap dengan knop pemicu detonator yang siap ditekan.

Ketika pasukan Inggris telah mendekat dalam jarak beberapa puluh meter, Mayor Hasanuddin menekan knop tersebut. Para pejuang di belakang menutup telinganya agar tak terganggu dengan dentuman. Tapi sial, bom tak meledak. Ditekan dua-tiga kali tetap tak meledak. “Kok gak mbledak?,” ujar salah satu pejuang. Bertanya kenapa detonatornya tak meledak. 

Sang mayor menyeka keringatnya, kemudian berdiri sejenak dan mengawasi jalur rangkaian kabel yang menghubungkan knop dan detonator. “Saya akan memeriksa detonator. Jaga knopnya dan awasi sekitar. Beri mereka tembakan pengalih perhatian apabila mereka mengetahui keberadaan saya,” ujarnya. Para pejuang lainnya mengangguk dan menuruti perintahnya.

Mayor Hasanuddin melangkah menyusuri tepian Sungai Sepanjang dan meneliti jalur kabel yang membujur dari posisi knop hingga ke arah detonator. Setelah menitinya menggunakan jari tangan, ia menemukan bagian kabel yang putus. Sesuatu yang tak mungkin terjadi jika bukan karena ulah mata-mata. 

“Saat itu dengan gembira Mayor Hasanuddin menunjukkan rangkaian kabel yang putus kepada anggota tiga batalion yang berjaga di selatan. Akar masalah telah ditemukan,” ujar Zaki. Para anggota tersebut menanggapinya dengan mengacungkan jempol.

Ketika tentara Inggris telah sangat dekat dan tak mungkin untuk menyambung kabel yang diputus mata-mata itu, Mayor Hasanuddin menempelkan begitu saja kedua kabel tersebut. Ia tentu tahu bahwa plus-minus yang menghubungkan detonator dengan knop masih tersambung dengan aki. Dengan tersenyum ia merekatkan dua sisinya. Arus listrik menyeruak dan mengalir dengan cepat ke arah detonator. Ledakan dahsyat meluluh-lantakkan konstruksi jembatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: