Hustle Culture

Hustle Culture

Orang-orang yang terjebak di dalamnya dengan mudah mempertontonkan image Hustle dan dianggap sebagai sosok ideal, teladan dalam bekerja. Munculnya slogan-slogan seperti ”jangan berhenti sebelum sukses” mendorong semakin orang terjebak dalam bahaya ini.

Media sosial turut ambil bagian dalam aplikasi Hustle Culture. Kegiatan menayangkan dan juga menuliskan pencapaian di media sosial dianggap sudah menjadi paket yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari- hari.

Hal ini turut dijadikan kunci pembuktian dan validasi individu terhadap lingkungannya terkait dengan pencapaian yang telah ia lakukan.

Kehidupan di zaman modern memberikan tuntutan kepada kita untuk produktif dan mengembangkan diri kita untuk mendapatkan kehidupan yang sukses dan berkecukupan.

Tanpa kita sadari, tuntutan tersebut juga memberikan dampak negatif bagi kehidupan generasi muda. Produktivitas yang berlebih akan mengganggu kehidupan sosial bahkan hingga mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.

Secara fisik hustle culture membuat penderitanya kurang beristirahat, kurang makanan bergizi dan kurang olahraga. Secara mental, hustle culture bisa membuat seseorang mengorbankan banyak hal.

Bahkan sampai mengorbankan hal yang disukainya. Hal ini bisa berdampak kepada terenggutnya sumber kebahagiaan. Padahal kebahagian itu juga bisa mendorong seseorang senang dan nyaman menjalani aktivitasnya.

Hustle ditandai juga dengan jam kerja panjang dan tuntunan multitasking. Dalam jangka panjang, hal itu justru bisa membuat kualitas kerja turun. Multitasking merupakan keterampilan dalam mengerjakan beberapa aktivitas atau pekerjaan sekaligus dalam waktu yang bersamaan.

Multitasking kerap dilakukan untuk menghemat waktu. Banyak orang yang beranggapan bahwa mengerjakan beberapa aktivitas atau pekerjaan secara bersamaan akan menghemat waktu dan energi.

Padahal, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Multitasking sering kali menghabiskan lebih banyak energi dan mengurangi kualitas pekerjaan bahkan mengganggu kesehatan.

Tak sedikit seseorang yang telah masuk pada fenomena hustle culture sampailah pada fase tidak dapat mengontrol pekerjaannya sehingga mengalami Burnout. Burnout ini disebabkan oleh stres kronis yang tidak terkelola dengan baik berupa kemampuan kerja yang berkurang dan bekerja seperti tanpa tujuan atau bisa dalam bentuk mereka merasa lelah pada dan pada satu titik akan menarik diri dari pekerjaan.

Studi jurnal okupasional medicine mengatakan bahwa orang dengan jam kerja panjang berapapun usianya cenderung akan mengalami gangguan kecemasan depresi serta gangguan tidur.

Generasi milenial harus sadar dan peka saat ini sedang mengalami hustle culture atau tidak. Perlunya melakukan afirmasi positif terhadap pribadi dengan cara yaitu satisfaction yaitu hargai dan puas dengan diri sendiri.

Pada akhirnya, semua orang memang berbeda dengan realita kehidupannya masing- masing. Sebagian orang memang gemar bekerja sehingga menggandrungi hustle culture, beberapa lainnya ada yang tidak punya pilihan.

Ada juga yang ingin lebih mengapresiasi hidup tanpa perlu mencemaskan pekerjaan setiap saat. Tidak ada yang benar atau salah karena semuanya kembali kepada keseimbangan diri masing masing. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: