Edukasi Isu Bunuh Diri

Edukasi Isu Bunuh Diri

Berita tentang bunuh diri sedang ramai diperbincangkan. Isu mental tersebut ternyata sudah diperhatikan oleh sebuah perkumpulan di Surabaya, yaitu Komunitas Into The Light Indonesia yang digagas oleh Benny Prawira Siauw pada Mei 2013.

Mereka hadir dengan melakukan pendampingan pada orang-orang dengan kecenderungan atau memiliki hasrat bunuh diri. Mereka sekaligus menyebut kalau dibentuk dengan visi untuk meningkatkan kesadaran mengenai pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa.

Melalui program Pendampingan Sebaya Lightbringers yang dikoordinasi Task Force Suicide Crisis Intervention, komunitas ini melakukan pendampingan lewat surel. Melayani permintaan pencarian bantuan dari berbagai individu di dalam negeri maupun WNI di luar negeri.

Namun, mulai awal 2018, mereka mengubah haluan menjadi advokator maupun edukator tentang bunuh diri. ”Kami sudah tidak buka pendampingan karena ada beberapa faktor penghambat, jadi kami lebih fokus ke riset, edukasi dan advokasi,” kata Benny.

Benny Prawira (dua dari kanan) bersama anggota Into The Light sedang mengikuti bazar pada awal terbentuk. Di saat peserta lain mencoba menjajakan makanan, mereka justru membuka pelayanan konseling seputar kesehatan mental. (Into The Light untuk Harian Disway)

Into The Light Indonesia telah banyak melakukan kerjasama dengan berbagai universitas, komunitas lokal, organisasi kemasyarakatan, kementerian, dan juga organisasi lainnya di tingkat nasional dan internasional. Terutama yang memiliki perhatian dan kepedulian yang sama terhadap pencegahan bunuh diri.

Juga telah menggelar beberapa workshop dan seminar bertema meningkatkan cinta pada diri sendiri, memahami kondisi mental, dan lain sebagainya. Tak hanya itu, mereka juga kerap membuat sebuah festival dalam rangka memperingati hari-hari besar seperti Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, dan Hari Penyintas Kehilangan Bunuh Diri Internasional.

Event itu dinamakan #REFEST. Tersebut rangkaian acara publik dan penggalangan dana untuk peningkatan kesadaran pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa. Acara itu kemudian dilanjutkan secara daring. Into The Light kerap membuat webinar serta rutin memberikan edukasi melalui media sosial.

Pria yang berprofesi sebagai suicidiolog itu menemukan pemantik sehingga memutuskan bikin komunitas positif ini. Berawal dari tahun 2012, ia memiliki teman yang mempunyai hasrat untuk melakukan mengakhiri hidup.

Ia kemudian jadi penasaran akan fenomena tersebut. Sehingga mencari informasi untuk melakukan pertolongan terhadap temannya. Di tengah proses itu, dirinya justru mendapati fakta bahwa begitu banyak kasus bunuh diri yang beredar di media sosial.

Benny Prawira Siauw, pendiri Komunitas Into the Light. (Into The Light untuk Harian Disway)

Setelah menemukan fakta miris tersebut, ia dan rekannya termotivasi dan berhasil menggagas layanan pencegahan bunuh diri. Tujuannya adalah mendorong kesadaran dan kepedulian masyarakat –khususnya remaja, dalam isu kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri di Indonesia.

Dengan Into The Light Indonesia, Benny dan kawan-kawan berharap agar masyarakat tidak mengganggap remeh orang dengan indikasi bunuh diri, juga lebih open-minded dalam menanggapi isu kesehatan mental dan stigma bunuh diri.

Ada tiga fokus riset utama yang jadi panduan menjalankan komunitas. Hal ini menurut sangat penting diperhatikan untuk menekan jumlah kasus bunuh diri. Pertama, soal peliputan media, penyintas kehilangan bunuh diri, dan faktor risiko bunuh diri pada anak muda. ”Kami banyak meriset untuk mengetahui apa saja yang perlu dimodifikasi agar dapat mencegah bunuh diri di level masyarakat,” ujarnya.

Hasil riset kemudian diturunkan ke dalam tugas utama komunitas. Di antaranya Task Force: Suicide Primary Prevention, Task Force: Suicide Crisis Intervention, dan Task Force: Suicide Postvention.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: