Ada Doa dan Harapan di Balik Sajian
Persembahyangan masyarakat Tionghoa selalu rutin diselenggarakan pada tanggal-tanggal tertentu, yang bertepatan dengan puncak sebuah musim. Misalnya, persembahyangan Dongzhi yang dilakukan pada 22 Desember mendatang. Masyarakat Tionghoa di berbagai tempat juga merayakannya.
Biasanya, para keluarga membuat ronde secara bersama-sama, kemudian menyantapnya seusai persembahyangan Dongzhi. Begitu pula dengan yang dilakukan Kelenteng Boen Bio. ”Sehari sebelum persembahyangan, kami akan membuat ronde beramai-ramai di ruang utama kelenteng,” ungkapnya.
Terdapat tradisi yang unik saat makan ronde. Dalam beberapa kebudayaan masyarakat Tionghoa, ronde disajikan dengan meletakkan satu buah bulatan yang berukuran besar di tengah bulatan kecil lainnya. Sebagian tradisi menyajikannya dengan meletakkan bulatan-bulatan sesuai umur penikmatnya, kemudian ditambah satu bulatan lagi. Hal itu bermakna supaya seseorang dapat memiliki umur panjang, berkesempatan menikmati tahun depan dan setelahnya.
”Jadi, peribadatan kami tak semata secara fisik, seperti bersembahyang atau berdoa secara pribadi. Sajian pun bagi kami merupakan bentuk doa,” terang Liem. Cap Go Meh dan ronde adalah contoh paling dekat. Dua kuliner yang memiliki makna masing-masing dalam tiap bahannya. Seperti budaya Jawa, budaya Tionghoa identik dengan jagat simbol. Contohnya kuliner, tak sembarangan dalam menata atau menyajikannya. Tak sekadar membuat perut kenyang, tapi di baliknya tersimpan sejuta doa dan harapan kepada Tuhan Yang Maha Esa. (Noor Arief Prasetyo-Guruh Dimas Nugraha)
*Serunya membuat ronde ramai-ramai di Boen Bio, baca besok!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: