Pendapatan Surabaya Ditarget Rp 4,7 T

Pendapatan Surabaya Ditarget Rp 4,7 T

PEMKOT Surabaya tancap gas di tahun anggaran 2022. Belanja tahun ini mencapai Rp 10,3 triliun. Sebanyak Rp 4,7 triliun harus dibiayai sektor pajak daerah. Tahun lalu pencapaiannya cuma Rp 3,8 triliun. Pajak daerah memang lesu dua tahun terakhir. Pemkot sampai berhemat, tak menggarap proyek besar sama sekali tahun lalu.

Wali Kota Eri Cahyadi sudah memilih Musdiq Ali Suhudi sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) yang baru. Jabatan sebelumnya: kepala dinas perpustakaan dan kearsipan (dispusip). Sebelumnya lagi dinas lingkungan hidup (DLH).

Musdiq alumnus ITB. Jurusan perencanaan wilayah dan kota (PWK). S2 di ITS mengambil arsitek. ”Jadi sekarang belajar hal baru. Harus bisa,” kata Musdiq saat ditemui di kantornya, kemarin (7/1).

Sebenarnya dispusip agak menyimpang dari bidang ilmu yang ia tekuni. Namun di dinas itu Musdiq justru banyak berprestasi. Ia berhasil membuat ensiklopedia kearifan lokal perkampungan Surabaya. Ia menjalin kerja sama dengan komunitas dan akademisi. Ilmunya di PWK ia pakai untuk memimpin salah satu dinas dengan anggaran paling kecil itu.

Kini ia harus memimpin dinas dengan anggaran terbesar. Wali kota ingin pajak daerah berhasil tercapai. Sebelum pandemi, target pajak daerah selalu di atas 100 persen.

Musdiq mulai memetakan strategi. Ada dua sektor yang menjadi tulang punggung pajak daerah. Yakni Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Target PBB tahun depan mencapai Rp 1,4 triliun. Sedangkan BPHTB Rp 1,3 triliun. Gabungan keduanya setara 57,44 persen dari total pajak daerah.

BPHTB mulai pulih sejak jual beli properti menggeliat di akhir tahun lalu. Tak tanggung-tanggung, dispenda memberikan potongan sampai 50 persen. Agen dan broker properti bergerilya memanfaatkan keringanan itu. Makanya perolehan BPHTB tahun lalu masih lumayan Rp 1,1 triliun.

Pajak Bumi Bangunan agak bikin pusing. Banyak wajib pajak yang tidak mampu membayar. Akhirnya menunggak. Total piutang pajak daerah mencapai Rp 1,1 triliun. Sebagian besar dari PBB.

Musdiq harus menerjunkan juru tagih. Sebanyak 100 lebih pegawai dispenda pusat disebar ke UPTD wilayah. Mereka harus lebih produktif karena gaji mereka juga tergantung pendapatan daerah.

Masalahnya yang harus ditagih kadang sulit dicari. Alamat anonim, pemilik tidak ada, hingga lahan sengketa. Terkadang ada juga nomor wajib pajak yang ganda. ”Jadi masalah di lapangan itu sangat beragam,” jelasnya.

Problem lainnya adalah tanah fasilitas umum (fasum) pengembang yang belum diserahkan ke pemkot. Pajaknya terus mengalir jika mereka terus mempertahankan fasum itu.Gedung tinggi yang mangkrak di Embong Malang dan Ngagel juga terus menambah angka piutang PBB. Tiap

tahun angkanya membengkak. Plus denda. Sudah bolak-balik ditagih, tapi pemiliknya tak mampu membayar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: