UMKM Jatim Sumbang 62 Persen PDB
PRESIDEN Joko Widodo meluncurkan gerakan Bangga Buatan Dalam Negeri pada 14 Mei 2020. Persis saat pandemi dimulai beberapa bulan. Gerakan itu cukup efektif. Dalam satu tahun berhasil menambah 6,5 juta unit UMKM pada 2021. Total kini ada 64,5 juta unit UMKM dalam ekosistem digital.
Jawa Timur beruntung karena ditunjuk sebagai salah satu tuan rumah dari program tersebut. Dampaknya pun langsung terasa. UMKM berkontribusi besar untuk Produk Domestik Bruto (PDRB) Jatim. Bahkan nilai kontribusinya naik dalam dua tahun terakhir.
Pada 2019, berkontribusi sebesar 57,26. Sempat turun 0,01 persen pada 2020 menjadi 57,25 persen. Lalu naik lagi menjadi 57,52 persen pada 2021. Angka itu lebih tinggi dari tiga tahun sebelumnya. Yakni sejak 2016 hingga 2018 berkutat 54 persen sampai 55 persen.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun terus mendukung produktivitas UMKM. Salah satunya, dengan menggandeng berbagai marketplace. Agar pemasaran produk UMKM bisa menjangkau lebih banyak konsumen. Baik pasar lokal, nasional, maupun global.
Data dari Dinas Koperasi dan UKM (K-UKM) Jatim menunjukkan, nilai tambah yang paling besar dikuasai oleh dua jenis sektor usaha. Yaitu industri pengolahan dan perdagangan. Masing-masing sebesar 28,86 persen atau setara Rp 379,88 triliun dan 22,41 persen atau Rp 294,98 triliun.
”Tahun depan kami berharap kontribusinya bisa tambah lagi,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Adik Purwanto, kemarin (7/1). Ia optimistis, UMKM bisa memberi kontribusi lebih banyak pada triwulan I 2022. Dengan catatan, pandemi benar-benar terkendali.
Apalagi mengingat 45 persen pemilik UMKM menjadikan usaha mereka sebagai penopang utama. Sejauh ini, UMKM di lima wilayah memberi kontribusi terbesar. Yakni Kota Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Gresik, dan Malang.
Permasalahan yang dihadapi UMKM pada dua tahun terakhir cukup beragam. Namun, yang paling banyak soal terkendala permodalan dan pemasaran. Pandemi membuat pergerakan UMKM sangat terbatas. Sisanya soal distribusi, ketersediaan bahan baku, dan SDM.
”Pasang surut selama pandemi Covid-19 memang tak terelakkan bagi UMKM,” ujarnya. Menurut survei LIPI, UMKM terpuruk pada 2020. Hanya 35,2 persen UMKM yang beroperasi normal. Dan 34,4 persen lainnya beroperasi terbatas. Sisanya, 30,40 persen terpaksa menutup usaha mereka.
Namun, geliat UMKM perlahan mulai pulih pada 2021. Sebesar 84,80 persen UMKM kembali beroperasi secara penuh. Dan 8,10 persen saja yang beroperasi terbatas. Sisanya, 7,10 persen tetap terhenti.
Adik juga membeberkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM. Secara nasional, UMKM menyumbang sebesar 61,97 persen terhadap PDB. Nilai itu setara Rp 8,5 triliun. UMKM mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia. Bahkan menghimpun 60,4 persen dari total investasi.
Sekitar 80 persen wilayah pemasaran masih di tingkat lokal, 18 persen tingkat regional, dan hanya 2 persen saja yang mampu ekspor. Salah satu langkah yang ditempuh melalui digitalisasi. Meski kenyataannya masih belum maksimal.
Sebab, kata Adik, penetrasi digitalisasi UMKM berjalan lambat. Padahal perkembangan platform e-commerce di Indonesia sangat pesat. Perilaku konsumen sudah bergeser nyaris sepenuhnya ke online saat masa pandemi. ”Bahkan, tahun 2020 saja jumlah transaksi online sebesar Rp 266 triliun,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: