Diskusi Film The Artist (2011): Film Bisu yang bersuara

Diskusi Film The Artist (2011): Film Bisu yang bersuara

Oleh

Nico Tan,

Member Grup Hobby Nonton                   

Berhubung awards season sudah dekat—meskipun Golden Globes 2022 digelar secara ’’privat’’ tanpa seremoni mewah, dan The Oscars kemungkinan mundur—tetap asyik membahas film-film yang pernah bersinar di Academy Awards. Kali ini, kami membahas The Artist. Pemenang gelar Film Terbaik The Oscars 2012.

JIKA diminta menyebut sebuah kata yang berkaitan dengan film bisu, dengan cepat kami menyebut Charlie Chaplin. Ia adalah aktor ikonis di masa tersebut. Yang membuktikan film bisu masih terkenang walau telah melewati masa kejayaannya di rentang waktu 1896-1929 lalu.

Hampir seabad kemudian, sutradara Prancis Michel Hazanavicius mendapat ide membuat kembali film bisu. Di saat penikmat film saat itu belum selesai terperangah dan merasakan pesona teknologi 3D dan keindahan warna Avatar-nya James Cameron. Nekat? Atau jenius? Yang jelas, The Artist meraih lima piala Oscar. Termasuk Best Picture alias Film Terbaik.

Hazanavicius tidak hanya menghitam putihkan dan membisukan sebuah film. Ia memakai rasio 4:3, iringan musik, tari, dan kartu jadul layaknya film masa itu. Naskah dengan genre melodrama dipilih Hazanavicius, juga karena genre tersebut mendominasi era film bisu.

Dua aktor utamanya, Jean Durjadin dan Berenice Bejo adalah dua aktor yang membuat Michael Hazanavicius "bejo", saat berkolaborasi di dua film parodi mata-mata OSS 127. Kesuksesan dua  film itu melambungkan namanya. Sehingga studio meloloskan keinginannya memproduksi film nyeleneh yang sangat menentang arus sampai 100 tahun ke belakang.  

Tanggapan skeptis George Valentin—tokoh yang diperankan Dujardin—tentang film bersuara sama dengan tanggapan skeptis Jean Durjadin. ’’Baiklah, aku pergi ke bulan saja,’’ katanya, saat Hazanavicius mengungkapkan keinginan memproduksi sebuah film bisu.

Beberapa adegan The Artist mengingatkan saya kepada film lama. Adegan makan di meja dengan kostum yang berganti-ganti, mengingatkan cara menyingkat waktu yang lama dan monoton di sebuah adegan ilm Citizen Kane. Sedangkan scene anjing Valentin menarik-narik celana, mengingatkan saya pada adegan di film bisu The Man Who Laugh.

Walau ceritanya simpel, The Artist cukup menjadi bukti. Bahwa dengan arahan yang tepat, dan aktor yang andal, good story is good story. Ia juga menjadi kritik terhadap film-film yang hanya mengumbar CGI dan pokoknya banyak dar der dor tanpa landasan cerita yang kuat.

Michael Hazanavicius cs membuktikan, tanpa efek CGI dan dentuman speaker sistem Dolby 7.1, bahkan tanpa dialog, tidak menghalangi hadirnya sebuah film bermutu. Melalui kebisuannya, The Artist justru punya suara yang lantang bagi industri film. (Retna Christa-*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: