Jepang Bantai Kelompok Maluku di NV Braat Ngagel
Serangan atas pangkalan angkatan laut tidak menimbulkan kecurigaan pihak Jepang. Namun serangan ke NV Braat yang ada di tengah kota dirasa sangat mencurigakan.
Saat itu Jepang menerapkan sistem disiplin cahaya. Saat matahari terbenam, seluruh penerangan kota wajib dimatikan. Para intelijen Jepang mencurigai kelompok Maluku yang dianggap membela Belanda.
Saat pesawat sekutu beterbangan di atas Surabaya, muncul sinyal cahaya yang ditembakkan ke langit. Cahaya itulah yang memandu pilot sekutu untuk menyerang.
Pada Desember 1943 terjadi pembantaian sadis pada kelompok Maluku. Sebanyak 71 orang diinterogasi dan disiksa. Akhirnya dihukum mati.
Untuk menggantikan tenaga mereka, Jepang merekrut 71 orang dewasa yang diambil secara acak di jalanan. Situasi kerja paksa itu tetap berlangsung setelahnya.
Peserta Melihat Surabaya dari Sepeda sedang mengecek informasi di layar ponselnya. Latar belakang foto adalah bangunan cagar budaya di kawasan Jembatan Merah.
(Foto: Julian Romadhon-Harian Disway)
Sekutu menyerang lagi pada 17 Mei 1944. Mereka menamainya sebagai Operation Transom. Laksamana James Somerville memimpin operasi tersebut. NV Braat jadi sasaran lagi. Mereka juga menyerang pangkalan angtan laut Jelang dan Kilang Minyak Wonokromo.
Serangan kali ini lebih hebat. NV Braat benar-benar dibombardir habis-habisan. Seorang saksi mata menceritakan bahwa ada pekerja yang menjadi korban. Kepingan baja menghantam mata kanannya hingga tembus ke tengkorak belakang.
Korban dari pekerja saat itu mencapai 150 orang. Seorang warga Eropa yang ada di tempat kejadian, Tuan Diephuis, menyaksikan kejadian itu. Ia berlari di parit persembunyian. Setelah serangan berakhir, ia melihat begitu banyak mayat yang termutilasi dalam pabrik.
Ady mengatakan, foto serangan udara itu bisa dilihat di katalog yang sudah didapat peserta. Asap membubung tinggi di Kilang Minyak Wonokromo dan NV Braat.
Laporan sekutu menyebutkan bahwa Operation Transom berjalan sukses. Mereka hanya kehilangan satu pesawat bomber beserta kru yang dikomandani Letnan William E. Romotham. Sejak saat itu produksi peralatan perang Jepang di NV Braat tidak optimal lagi.
Sampai sekarang pun, lahan NV Braat tidak dimanfaatkan. (Salman Muhiddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: