Komentar Penikmati Film tentang Film The Tender Bar

Komentar Penikmati Film tentang Film The Tender Bar

Saya tak yakin ini persoalan naskah. Karena film ini diambil dari memoir penulis pemenang Pulitzer, JR. Moehzinger. Justru saya curiga ini memang porsi yang diinginkan sutradara George Clooney. Semenjak Good Night and Good Luck (2005), tidak ada film karyanya yang terbilang bagus.

Visi film ini ambyar. Saya tidak menemukan maknanya. Masing-masing karakter hanya mencoba mengisi kenangan tentang sebuah keluarga miskin Amerika yang klise dan cukup bahagia. Apa mungkin Clooney sekarang sudah cukup bahagia sejak menikah dengan Amal Clooney?  Sehingga sentuhannya pun terasa begitu toleran.

Pada akhirnya, saya cukup lega menemukan sebuah film drama yang tidak mempengaruhi emosi saya. Biasanya, drama terlalu berat, hingga empati saya dipaksa terlibat. Keputusan terbaik jatuh pada pemilihan musik yang pas. Saya begitu terhanyut, hingga lupa bahwa film sudah berakhir. Dan untungnya, saya menonton film ini saat malam. Saya dengan mudah melanjutkan tidur dengan sangat pulas. Pulas sekali.

Awik Latu Lisan, penikmat film

 

Dualisme yang Membingungkan 

SESUNGGUHNYA me-review film The Tender Bar membuatku sedikit frustasi. Mungkin karena kita pada tahap di mana Hollywood telah melakukan berbagai macam usaha untuk membuat film yang revolusioner. Sehingga membuat film yang mengikuti standar hingga membosankan merupakan sebuah ide yang sangat revolusioner.

Dalam film ini, saya merasakan nuansa sinema yang terperangkap dalam dualitas. Bayangkan kelompok profesional yang bersemangat membuat film kelas atas, yang sejam kemudian berubah menjadi kelompok pertemuan RT. Kemudian beberapa jam kemudian, kau menyadari mereka benar-benar serius berakting. Kau hanya di sana, terbengong-bengong mempertanyakan apa yang terjadi. Dan ketika kau melirik sang sutradara, ia sangat bangga dengan situasi ini.

Terkadang aku melihat kedekatan antara aku dan tokoh-tokohnya. Di saat lain aku menggeleng tidak percaya dengan adegan di film. Terkadang aku merasa karakternya unik dan quirky. Terkadang aku merasa film ini klise abis. Terkadang seperti proyek seni tingkat tinggi. Terkadang film ini terasa seperti drama keluarga TV kabel berbujet rendah.

Kenapa mereka melakukan ini? Aku tidak tahu. Tapi toh akhirnya film ini mungkin mencapai tujuannya. Aku tidak tahu apa tujuannya, tapi orang-orang menyukainya.

Jika memang demikian, sebagai produk seni, aku merasa film ini cukup sukses. Para penonton menyukainya karena gaya sinemanya mudah diterima, serta ceritanya yang membumi. Sedangkan para kritikus sepertinya terbagi dua di tengah-tengah. Aku sendiri merasa terbelah. Apakah ini film biasa yang digarap secara luar biasa, ataukah film luar biasa yang berusaha terlalu keras jadi biasa saja? Banyak orang menyukainya dan tersentuh, sebagian merasa bosan..

Jadi menurut saya, The Tender Bar adalah...

... sebuah film...

Aku tidak tahu...

R.A. Wahyudi, wiraswasta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: