Dua Pasien Omicron Meninggal karena Komorbid

Dua Pasien Omicron Meninggal karena Komorbid

KASUS Omicron pertama terdeteksi di Indonesia pada pertengahan Desember 2021 lalu. Lebih satu bulan, jumlahnya kini tercatat sebanyak 1.369 kasus. Dua pasien Omicron di antaranya dinyatakan meninggal pada Sabtu (22/1) malam.

Pasien yang meninggal itu adalah pasien perempuan 54 tahun merupakan kasus transmisi lokal. Satu lagi seorang laki-laki 64 tahun yang merupakan pelaku perjalanan luar negeri. Mereka punya komorbid yang berbeda. “Angka fatalitas kasus (CFR) Omicron kita sekarang mencapai 0,17 persen,” kata Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo saat dihubungi, kemarin (23/1).

Angka CFR itu sedikit lebih tinggi dari CFR global yang hanya 0,15 persen. Dan juga lebih tinggi dari CFR influenza biasa yang mencapai 0,10 persen. Bahkan, CFR Covid-19 Indonesia secara umum juga masih tinggi, yakni mencapai 3,4 persen.

“Lebih tinggi dari CFR Covid-19 global yang 2 persen saja,” jelas Windhu. Atau setara dengan 13-20 kali lipat. Untuk itu, ia mengingatkan masyarakat agar tidak lengah. Pemerintah juga memprioritaskan vaksinasi booster bagi pasien komorbid dan para lansia.

SUASANA penanganan pasien di RS Haji tahun lalu. 

Pakar Virus Prof Chairul Anwar Nidom turut angkat bicara soal kasus kematian Omicron pertama di Indonesia. Menurutnya, tingkat bahaya tidak terletak pada virus. Tetapi pada komorbid yang diderita oleh pasien. Seperti Covid varian pertama dari Wuhan dan Delta. “Kalau varian Beta, Eek, dan lainnya tidak terlalu berisiko pada komorbid,” paparnya.

Dengan kata lain, virus Korona tidak bisa membunuh manusia. Itu terbukti dari beberapa penelitian. Misalnya, percobaan virus yang disuntikkan pada hewan yang sehat tidak membuatnya mati. Namun, saat disuntikkan pada hewan berkomorbid, infeksi Covid-19 bisa berakibat fatal.

“Seharusnya yang diperhatikan itu soal kontrol semua orang pada komorbid di dalam dirinya,” terang pendiri Professor Nidom Foundation itu. Jadi harus ada skala prioritas komorbid jenis apa saja yang harus mendapat perhatian lebih. Harus ada simulasi terlebih dulu dengan percobaan hewan.

Bahkan, timnya juga meragukan bahwa Omicron merupakan jenis varian virus Korona (SARS-CoV-2). Sebagian analisis homologi dengan virus asli varian Wuhan memberikan hasil yang berbeda. Yaitu, 72 persen virus Omicron Inggris dan 85 persen Omicron Indonesia. Padahal, perbandingan homologi virus Wuhan dengan Delta sebesar 99 persen.

 Artinya, setiap homologi di bawah 90 persen kemungkinan besar bukan merupakan virus Korona lagi. Tetapi bisa virus lain yang strukturnya mirip dengan Korona.

LANSIA mengantre untuk mendapatkan booster vaksin di Surabaya. (Foto: Juni Kriswanto-AFP)

Saat ini, kata Nidom, memang agak sulit melacak penyebaran virus-virus tersebut. Sebab, upaya 3T yang kurang maksimal. “Jadi dalam pengendalian pandemi, perhatian varian Delta tetap menjadi prioritas, kemudian varian dari Wuhan, dan varian-varian lain,” tandasnya.

Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Wiweko mengatakan, dua pasien Omicron yang meninggal sebelumnya dirawat di RSDC Wisma Atlet, Kemayoran. Lalu akibat komorbid yang tak terkontrol mereka dilarikan ke rumah sakit dan meninggal di sana. Yakni di RSPI Sulianti Saroso dan RS Sari Asih Ciputat.

Pasien yang meninggal di RSPI Sulianti Saroso memiliki penyakit multi komorbid. Di antaranya, diabetes melitus, obesitas, dan hipertensi. “Diabetes melitusnya berat akhirnya tidak terkontrol,” katanyi saat dihubungi, kemarin.

Pasien itu awalnya datang dengan gejala pneumonia berat. Dan diputuskan untuk dirujuk ke RSPI Sulianti Saroso. Sementara satu pasien lain yang dirawat di RS Sari Asih Ciputat punya riwayat penyakit hipertensi dan sakit ginjal.

Dia dilarikan ke IGD tepat pada 11 Januari lalu dengan gejala sedang. Demam tinggi, sesak nafas berat, dan batuk. Saat mengalami kesadarannya turun, pasien lalu dirawat di ruang ICU isolasi. Nyawa pasien tak tertolong lagi pada hari kedua perawatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: