Edy Mulyadi, Edukasi Bebas Berpendapat
Di interval tiga hari dari Jumat sampai Minggu, 30 Januari 2022, semua pakar hukum yang diwawancarai pers, mendukung Polri. Bahwa Polri sudah betul. Diduga, Edy mengatakan ujaran kebencian bermuatan SARA. Terbukti, menimbulkan keonaran masyarakat.
Pihak pendukung Edy, berdalih: "Kebebasan berpendapat dijamin UUD 1945". Selalu ini dijadikan dalih.
Maka, penegak hukum dan pers, wajib mengedukasi masyarakat tentang hal ini. Bukan hanya sekali-dua. Melainkan terus-menerus. Dengan berbagai cara.
Dikutip dari pernyataan Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Dr Teguh Santosa, pers wajib bela negara. Teguh mengutip tujuan negara Indonesia, berdasar Alinea Keempat, Pembukaan UUD 1945. Pers Indonesia harus mengacu ke sini:
1). Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2). Memajukan kesejahteraan umum.
3). Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4). Ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Sebab, data Badan Pusat Statistik (BPS) hasil sensus per akhir 2020, lama sekolah rakyat Indonesia rata-rata 8,7 tahun. Artinya, rata-rata rakyat Indonesia putus sekolah di kelas tiga setingkat SMP. Tidak sampai lulus SMP.
Dengan tingkat rata-rata 'makan sekolah' segitu, sulit paham tentang "kebebasan berpendapat".
Dikutip dari UUD 1945, Pasal 28E, Ayat 3, bunyinya demikian:
"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat."
Tapi, setiap orang juga wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang.
UUD 1945, Pasal 28J ayat 2 menyatakan:
“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang. Dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil, sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum, dalam suatu masyarakat demokratis.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: