Restorative Justice dari Padang Lawas

Restorative Justice dari Padang Lawas

Jika angka itu dikalkulasi, penyelesaian restorative justice ketemua rata-rata, setiap satu jam dua puluh menit, Polri membebaskan tersangka sepanjang tahun 2021.

Target restorative justice pada 2022, menurut Kapolri, sekitar 22.500 perkara. Atau hampir dua kali daripada capaian pada 2021.

Atau, rata-rata setiap empat puluh menit, seorang tersangka (atas nama restorative justice) dibebaskan, sepanjang 2022. Di saat kita tidur pun, para tersangka dibebaskan, setiap empat puluh menit.

Bisa dibayangkan, berapa biaya yang dihemat negara, yang semestinya untuk membiayai tahanan dan narapidana. Selain dari kapasitas penjara yang kini sudah berjejal itu.

Terus, ke mana perginya hukuman? Bukankah kata dasar hukuman adalah hukum? Yang berarti di semua kasus hukum, pasti ada yang kena hukuman? Bukankah mata harus dibayar mata? Ke mana harapan efek jera, seperti kata Elida Siagian?

Dikutip dari Scottis Government (milik pemerintah Skotlandia), 13 Oktober 2020, bertajuk Physical Punishment and Discipline of Children: How the Law is Changing?, diurai begini:

Pendidikan hukum dimulai dari masa kanak-kanak. Jika salah arah, maka salah persepsi, akhirnya salah semua.

Per 7 November 2020, pemerintah Skotlandia menerapkan aturan: Pendidikan anak (oleh orang tua atau wali) yang menerapkan pukulan fisik, walau sangat lemah (kadarnya diukur hakim), adalah pelanggaran hukum.

Pelaku (orang tua atau wali) akan dikenai pasal penganiayaan sebagaimana terhadap orang dewasa.

Disebutkan, jika Anda menghentikan anak Anda dari bahaya, Anda melindungi mereka.

Misalnya, Anda menarik anak Anda keluar, karena ia bermain di tengah jalan yang sibuk, berarti Anda melindungi mereka.

”Tetapi, jika Anda memukul anak Anda setelahnya, Anda secara fisik menghukum mereka. Ini pelanggaran hukum.”

Mengapa aturan itu diterapkan? Jawaban intinya: Tidak ada konsep ”efek jera”, ditanamkan di benak setiap anak. Dan, ketika mereka dewasa kelak, konsep tersebut terus terbawa.

Prinsip di Skotlandia itu matching dengan riset yang dilakukan ilmuwan di Amerika Serikat (AS) belakangan ini.

Dikutip dari The Guardian, 27 September 2016, konsep hukum di AS kini juga ”terbelah”. Dari 50 negara bagian di sana, mayoritas menerapkan restorative justice. Lainnya menerapkan ”efek jera”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: