Tangan Terampil Mereka seperti Ada Matanya
Jika dokter dan perawat adalah prajurit di garda depan memerangi Covid-19, maka analis Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Surabaya adalah radarnya. Merekalah pendeteksi musuh tak terlihat sejak pandemi mewabah dua tahun terakhir. Para analis yang dulunya nol pengalaman, kini sudah bermetamorfosis sebagai tenaga super terampil.
SATU per satu kurir puskesmas memasuki gerbang Labkesda Surabaya Kamis (10/2). Mereka menenteng kotak termos biru berisi ratusan sampel hasil tracing hari itu. Sampel yang dikumpulkan harus langsung disetorkan ke laboratorium yang terletak di ujung selatan Jalan Gayungsari Barat. Dengan begitu, hasilnya bisa diketahui tanpa menunggu esok hari.
Kurir puskesmas masuk melalui pintu khusus di samping gedung. Tidak boleh ada yang masuk kecuali petugas. Ruangan laboratorium bertekanan negatif. Tekanan udara diatur lebih rendah dibandingkan tekanan di luar ruangan. Ketika pintunya terbuka, udara dari dalam tidak dapat keluar sehingga virus tidak menyebar.
Kami menunggu di lobi labkesda yang sangat sepi sore itu. Setelah mendapat izin dari Kadinkes Surabaya Nanik Sukristina, kami dipersilakan menuju ke lantai dua. Di sanalah tempat para analis bekerja.
Penanggung jawab Labkesda Surabaya Umi Widayati turun dari tangga depan didampingi dr Fara Nayo. Mereka berpesan agar kami tidak melepas masker selama melihat proses analisis di laboratorium. “Nggak masuk, kan? Motret di lorong saja, ya,” pinta Umi.
Tidak mungkin kami masuk. Sama saja terjun ke lubang buaya. Mayoritas sampel yang masuk adalah varian Omicron. Yang lebih cepat menular itu.
University of Hongkong menyatakan Omicron memiliki kemampuan replikasi 70 kali lipat lebih cepat pada saluran pernapasan dibanding varian Delta. Sementara tingkat penularannya lima kali lipat ketimbang varian Delta. Meski tidak mematikan seperti varian Delta, Omicron tidak bisa diremehkan.
Dokter Farah membuka pintu pertama laboratorium. Di dekat pintu itu ada pintu lagi untuk masuk ke area berbahaya. Terdapat lorong panjang yang disekat dengan dinding kaca. Dari lorong itulah kami bisa melihat para analis bekerja. Mereka memakai APD dengan tingkat keamanan paling tinggi. Semua bagian tubuh mereka tertutup hazmat, masker, dan kacamata.
Sampel swab bakal diproses melalui lima tahap. Diawali dengan proses ekstraksi, real time PCR (Polymerase Chain Reaction), interpretasi hasil, verifikasi, dan validasi.
“Proses ekstraksi ini yang dulu repot banget,” ucap Umi. Cairan dari sampel yang ada di tabung, diekstraksi dengan reagen. Ribonukleat acid (RNA) lalu diambil dan dimurnikan dengan reagen yang terkandung di dalamnya. Baru setelah itu masuk ke proses PCR.
Dulu proses ekstraksi harus dilakukan secara manual. Harus satu-satu. Sedangkan sampel yang masuk jumlahnya ribuan. Makanya di awal pandemi hasil PCR bisa diumumkan sampai sepekan.
Saat Labkesda beroperasi pada 15 September 2020, tidak ada analis yang punya pengalaman meneliti sampel Covid-19. Kepala Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Universitas Andalas (Unand), Padang, dr Andani Eka Putra yang ditulis berkali-kali oleh Disway terbang ke Surabaya.
Dokter yang kini menjadi Staf Ahli Menteri Kesehatan itu mengenalkan metode pool test yang sukses diterapkan di Padang dan kota sekitarnya. Kemampuan laboratorium Unand yang hanya 200 sampel sehari menjadi 1.570 per hari. Cara itu membuat Sumatera Barat bisa menekan jumlah kasus Covid-19.
Andani membawa sejumlah analis terbaik Unand ke Surabaya. Transfer ilmu dilakukan agar Labkesda Surabaya bisa meningkatkan kemampuan tesnya. Kini kemampuannya sudah mencapai 3.200 sampel per hari.
Banyak yang tidak tahu bahwa analis Unand yang diperbantukan itu mempertaruhkan nyawa mereka. Beberapa orang tertular Covid-19 saat kasus di Surabaya sedang meroket. Di peta sebaran Covid-19, warna Surabaya bukan lagi merah. Tapi hitam.
Semangat para tenaga laborat yang bekerja di bawah risiko tinggi.
(Foto: BOY SLAMET-HARIAN DISWAY)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: