We Cancervive: Belajar dari Kisah Titiek Puspa dan Ika Damajanti
Rutinitas itu dilakukan setiap hari. Sampai di hari ke 13, dia mengalami keajaiban. Rasa nyeri mulai menjalar ke perutnya. Seperti ada semut besar yang menggigit organ dalamnya. Di situ Titiek mulai tak sadar. Dia seperti melayang ke langit. “Kulo sampun kapundut toh, Gusti? (Saya sudah meninggal kah, Tuhan?) Ini di mana. Kok langitnya indah sekali?” tanya Titiek.
Titiek memang punya kebiasaan sejak kecil "ngobrol" dengan Tuhan. Sejak kelas 3 SD.
Perlahan dia mulai sadar. Ia pindah duduk ke kursi. Anehnya, rasa sakit itu sudah hilang sama sekali. Kata instruktur meditasi, Titiek sudah sembuh. “Sembuh dari Hongkong? Tapi memang sakitnya sudah hilang,” lanjutnya.
Esok harinya, Titiek berangkat ke Singapura. Periksa lagi ke dokter yang pernah merawatnya. Mereka heran. Sel kankernya hilang 100 persen. Sampai sekarang, di usia 84 tahun Titiek tidak pernah memeriksakan diri ke dokter lagi.
Dokter paliatif Agus Ali Fauzi mengatakan, ada beberapa tahapan dalam melawan kanker. Yaitu preventif, deteksi dini, kuratif, paliatif, dan bebas diri. Apa yang sudah diceritakan Titiek Puspa dan Ika sudah menjangkau semua tahapan itu. Sedangkan meditasi adalah pelengkap yang bisa dijalani.
Pengobatan kanker memang tidak bisa hanya secara fisik atau lewat obat-obatan. Menurutnya penyebab utama penyakit adalah pikiran. Sebanyak 70 persen orang sakit karena pola pikir. ”Juga karena pola makan dan kakehan polah,” ujar dokter kocak yang sering viral itu.
Menurutnya, Titiek dan Ika bisa mengalahkan kanker karena punya sikap self-acceptance (penerimaan diri). Mereka tidak banyak berpikiran negatif dan optimistis bisa sembuh. Karena itulah orang yang mudah gelisah dan terlalu banyak mikir akan sulit lepas dari kanker.
Spesialis Onkologi Mayapada Hospital dr I Putu Agus Suarta mengatakan, semua pasien kanker harus memeriksakan diri meski sudah dinyatakan sembuh. Pantauan rutin dokter tidak boleh lepas. ”Misalnya di tahun pertama kontrol tiga bulan sekali, tahun berikutnya enam bulan sekali, lalu setahun sekali. Karena jangan sampai kanker itu muncul lagi,” ujarnya.
Musuh utama pasien kanker adalah rasa nyeri. Yang rasa sakitnya terkadang tidak bisa ditoleransi lagi oleh tubuh. Rasa sakit inilah yang menyerang melemahkan fisik dan psikis pasien.
Survivor kanker hati, Dahlan Iskan juga mengalami hal itu. Saking sakitnya ia sudah siap meninggal seperti Titiek Puspa. Dari pada menahan sakit itu, Dahlan berserah diri. ”Saya memilih mati, tapi bukan karena ngambek ya. Tapi karena lebih baik mati daripada begini,” jelasnya.
Putu mengatakan 90 persen keluhan pasien kanker adalah rasa nyeri. Kalau dalam skala nyeri 1-10, yang dirasakan pasien kanker bisa sampai 15. Dan pola pikir ternyata bisa menambah rasa sakit itu. Orang yang ketakutan akan merasakan sakitnya berlipat ganda. ”Sampai sekarang itu ada konsultan khusus untuk nyeri,” katanya.
Karena itulah, yang paling penting bagi pasien kanker sekarang adalah menumbuhkan self-acceptance. Yang sudah sembuh bisa menginspirasi yang lain. Sedangkan yang masih sehat tetap rutin jaga pola makan, dan melakukan deteksi dini. (Salman Muhiddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: