Dicari: Penjahit untuk 42 Ribu Seragam Sekolah

Dicari: Penjahit untuk 42 Ribu Seragam Sekolah

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tak mau persoalan seragam sekolah muncul lagi di tahun ajaran baru Juli nanti. Keributan yang terjadi tahun lalu tidak boleh terulang. Saat itu wali murid berbondong-bondong melapor ke DPRD karena terlilit harga kain seragam di koperasi sekolah yang mencapai Rp1,7 juta. Belum termasuk ongkos jahit.

Tahun ajaran baru dimulai lima bulan lagi. Dinas Pendidikan (Dispendik), Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan (DKUKMP), Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (BP4) Surabaya dikumpulkan Komisi D DPRD Surabaya kemarin (7/3). “Gimana? Apa tahun ini sudah siap?” tanya Ketua Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah.

Tahun lalu pengadaan seragam sempat telat. Anggaran tidak masuk APBD murni 2021. Karena itulah siswa kelas 1 SD dan kelas 7 SMP yang baru mendaftar tidak dapat seragam gratis. Terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Anggaran seragam baru cair di akhir tahun lewat perubahan anggaran keuangan (PAK). Kala itu sudah banyak siswa telanjur beli seragam mandiri.

Khusnul tak mau hal itu terulang. Mumpung masih ada waktu, ia menanyakan kesiapan tim penjahit pemkot. “Siapa saja UMKM yang terlibat. Selama ini kami minta datanya tidak pernah dikasih,” lanjut politisi PDIP tersebut.

Kabid Sekolah Dasar Dispendik Surabaya Munaiyah tak langsung menjawab. Ia menerangkan lebih dulu situasi tahun lalu. Sempat terjadi protes karena beberapa siswa MBR tidak dapat seragam itu. “Ada cut-off anggaran per September 2021. MBR yang baru terdaftar pada Oktober atau November, tidak bisa dapat bantuan,” katanyi.

Jumlah penerima bantuan juga dinamis. Relatif selalu naik setiap bulannya. Januari lalu jumlah penerima seragam gratis mencapai 41.427 siswa. Angkanya naik 42.101 pada Februari. Bulan ini diprediksi terjadi peningkatan jumlah MBR lagi. Siswa MBR yang tahun lalu tidak dapat jatah seragam gratis, bakal mendapatkan haknya tahun ini.

Semenjak pandemi banyak warga yang mengajukan MBR ke pemkot. Jumlah keluarga MBR di Surabaya sudah lebih dari sejuta jiwa. Artinya satu dari tiga orang di Surabaya adalah warga tak mampu.

Pemkot sudah memulai ancang-ancang. UKM penjahit yang sudah tergabung dalam koperasi siap-siap melakukan produksi. Pemkot juga mencari tenaga penjahit baru untuk mempercepat proses produksi massal yang dikerjakan gotong royong itu.

Pemkot mencari warga yang bersedia jadi penjahit. Mereka akan dilatih selama satu bulan oleh pelaku UKM yang sudah punya pengalaman. Anggaran yang sudah disediakan mencapai Rp 72,79 miliar. Jumlahnya naik ketimbang tahun lalu yang cuma Rp 55,34 miliar.

Masing-masing siswa mendapat jatah Rp 1.161.710 juta. Mereka mendapat 19 item seragam. Mulai dari seragam jadi, bet, topi, hasduk, kaus kaki, hingga sabuk.

Anggota Komisi D DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto menanyakan proses pengerjaan seragam gotong royong itu. Banyak warga yang bertanya bagaimana caranya ikut bergabung dalam tim produksi seragam. “Ini agak unik soalnya. Duitnya ada di dinas pendidikan tapi yang mengerjakan dinas koperasi dan UKM. Prosesnya gimana?,” kata Politisi Demokrat itu.

Dia juga mengungkapkan keluhan soal kualitas seragam tahun lalu. Ada yang kekecilan, ada juga yang kualitas kainnya sangat buruk. Kalau sudah begitu, siapa yang harus bertanggung jawab?

Apakah warga juga bisa mengakses para penjahit baju yang mereka terima. Dengan begitu, mereka bisa meminta perbaikan pada produk yang tidak sesuai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: