Tolak Kopi Sachetan

Tolak Kopi Sachetan

DUA perahu putih sudah terparkir di tepian Kalimas, Ngagel, pagi kemarin (10/3). Delapan aktivis lingkungan menaikinya secara perlahan. Mereka menyusuri anak Kali Brantas itu sambil memunguti sampah plastik yang tersangkut dan mengambang.

Setelah sejam, mereka mendapat satu kotak penuh sampah. Sebelum menepi, mereka mengeluarkan poster dengan berbagai tulisan. Ada Tolak kopi sachetan, Sachetmu mencemari sungaiku, Plastik tak kasat mata, Bahaya mengancam nyata, dan Kali Surabaya tercemar fosfat dan klorin.  

Kemasan sachet memang menjadi masalah dunia. Berdasarkan laporan Condor Ferries, ada 12,7 juta ton sampah plastik di lautan setiap tahun. Tiongkok jadi penyumbang terbesar: 3,53 juta ton atau 29 persen sampah plastik di lautan. Sedangkan Indonesia ada di posisi kedua dengan sumbangan sampah 21 persen.

Sepertiga sampah di lautan dihasilkan kemasan plastik. Hampir setengah produk plastik kemasan multilayer sekali pakai yang sulit didaur ulang karena strukturnya yang berlapis-lapis.

Dalam satu dekade terakhir, pemakaian sachet memang makin meningkat. Diperkirakan, 101 juta sachet multilayer terbuang setiap hari di ASEAN. Sampah kopi sachet dan jus menyumbang 21 persen. Para peneliti memperkirakan penjualan kemasan sachet mencapai 1,3 triliun unit pada 2027 yang akan makin mencemari lautan dan sungai.

”Memang paling praktis, tapi ada kerusakan lingkungan yang harus kita bayar,” ujar Koordinator Co.Ensis (Community of Environment Sustainable) Ananta Putra Karsa. Kemasan sachet terdiri atas lapisan luar, perekat, pelindung udara, hingga lapisan dalam.

Plastik sachet memiliki kandungan senyawa kimia yang berbahaya seperti phthalate sebagai zat pemlastis, dioksin, senyawa berflourinasi, BFRs (brominated flame retardants), bisphenols A, dan lain-lain. Kemasan itu banyak di pakai di area perdesaan. Sampah dari hulu terbawa sampai ke Surabaya dan berakhir di lautan. 

Co.Ensis melakukan penelitian mikroplastik di air, sedimen, dan biota air Sungai Brantas pada Februari-Maret 2022. Mereka mengambil sampel dari sembilan titik. Yakni, Jembatan Lama Ploso, Kawasan Industri Ploso, Dam Karet Menturus, Kesamben, Gedeg, Jembatan Gajah Mada, Perning, Legundi, dan Driyorejo.

Co.Ensis menemukan bahwa semua sampel air, sedimen, dan biota terkontaminasi mikroplastik dengan jumlah total 7.540 partikel. Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada air permukaan sebesar 207 partikel per 100 liter. Sedangkan pada kolom perairan sebesar 314 partikel per 100 liter. Sedangkan pada sedimen rata-rata kelimpahannya 83 partikel per 50 gram.

Biota Sungai Brantas sudah terkontaminasi mikroplastik. Terutama ikan yang dikonsumsi masyarakat. Rata-rata tingkat kelimpahannya mencapai 159 partikel per ekor.

Mereka meminta BBWS Sungai Brantas turun tangan untuk pembersihan sungai bersama pemda setempat. Produsen penghasil plastik juga harus bertanggung jawab menarik kembali sampah produksinya seperti amanat undang-undang. ”Masyarakat juga harus didampingi untuk pemilahan sampah,” tegasnya. (Salman Muhiddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: