Solar Langka, Angkutan Logistik Menjerit

Solar Langka, Angkutan Logistik Menjerit

PENGUSAHA truk logistik sedang pusing. Kelangkaan solar terjadi di mana-mana. Terutama di jalur pantai utara Jawa. Harga bahan pokok selama bulan puasa diprediksi melonjak.

“Kalau versi Asosiasi Logistik Indonesia (Ali) sudah dua pekan langka. Kalau kami merasakannya sejak awal Maret. Hampir sebulan,” keluh Ketua DPC Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Surabaya Putra Lingga Tan kemarin (29/3). Truk lintas kota dan provinsi harus mengisi tangki penuh saat di Surabaya.

Aptrindo Surabaya punya satgas khusus yang empat kali sehari memantau stok solar di SPBU. Tersebar di kawasan, Margomulyo, Tanjung Perak, Tandes dan Kalianak. Keberadaan SPBU di wilayah itu sangat vital karena dekat dengan kawasan pergudangan, pelabuhan, atau depo kontainer.

Pengawasan harian harus dilakukan. Data dari satgas dibutuhkan untuk pengambilan keputusan perusahaan. Jika stok solar di Surabaya ikut langka, maka rantai logistik bisa semakin kacau. Jika masih aman, maka truk-truk akan mengisi solar sampai penuh di Surabaya.

Salah satu daerah yang paling banyak dikeluhkan sopir adalah Tuban. Kota di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur itu menjadi titik vital bagi pengisian bahan bakar truk. Lingga merasakan kelangkaan di sana terjadi sebulan terakhir. Kelangkaan lalu merembet ke Jember, Lumajang, Probolinggo, dan Situbondo. Kabarnya solar di Sumatera dan Sulawesi juga sudah sulit dicari.

Aptrindo mengadukan keluhannya ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Mereka mempertanyakan subsidi 1,5 juta liter solar yang tidak ditemukan di lapangan.

Lingga menduga ada mafia bahan bakar minyak (BBM) yang membuat solar langka. Modusnya menjual solar ke industri yang seharusnya tidak menikmati solar bersubsidi itu. “Karena itulah kami minta jajaran kepolisian juga turun tangan,” pintanya.

Sudah ada suara dari para pengusaha dan sopir yang mengancam mogok massal. Namun Lingga tidak mau ikut-ikutan. Ia memastikan semua anggotanya tetap mengirim pasokan logistik meski harus menambah ongkos untuk membeli solar non subsidi (Dexlite) yang harganya Rp 12.950 per liter. Sedangkan solar subsidi cuma Rp 5.150 per liter.

Imbasnya, harga bahan pokok selama bulan puasa dan lebaran bisa melonjak naik. Minyak goreng kemasan yang harganya sudah menembus Rp 50 ribu per dua liter bisa lebih menggila harganya.

Kelangkaan bisa semakin parah gara-gara harga minyak mentah dunia yang terus naik. Harga Crude Oil Brent (COB) yang biasanya diolah menjadi solar kemarin sudah mencapai USD 114 per barel atau setara Rp 1,63 juta. Padahal harganya di awal Pandemi 2 Maret cuma USD 31,31 atau setara Rp 449.074. Naik hampir empat kali lipat.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi harga Brent bisa makin naik. “Diperkirakan Brent akan terdorong sampai dengan USD 130 per barel," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadjidia di Komisi VII DPR RI, Kemarin (29/3).

Memanasnya situasi di Eropa Timur sangat mempengaruhi harga minyak global. Rusia yang kini diembargo berbagai negara memasok 10 persen kebutuhan minyak bumi dunia. (Salman Muhiddin)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: