Kejaksaan dan Polres Saling Lempar Kasus Kakek Cabul

Kejaksaan dan Polres Saling Lempar Kasus Kakek Cabul

ilustrasi Reza--

SURABAYA, HARIAN DISWAY- Seorang kakek berinisial SA sudah lama ditetapkan sebagai tersangka. Pria berusia 67 tahun itu dilaporkan ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak karena mencabuli anak di bawah umur. Sebut saja Melati. Anak itu baru berusia 9 tahun. Kasusnya dilaporkan pada Januari 2022.

Laporan itu bernomor register LP/B/002/1/2022/SPKT/Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Status tersangka sudah disandang sejak 31 Januari 2022. Berdasar nomor penyidikan SPRIN-SIDIK/13/1/RES.1.24/2022/Satreskrim.

Namun, hingga kini kakek yang akrab disapa Pak Dhe itu masih melenggang kangkung. Ia tidak pernah ditahan. Alasanya, pria tersebut sedang sakit. Karena itu, polisi mengabulkan permohonan penangguhan penahanan.

Kebijakan itu rupanya membuat ibu korban yang berinisial AA sangat kecewa. Sebagai ibu, dia tidak tega melihat kondisi anaknyi saat ini. Sebab, anaknyi itu trauma untuk bertemu dengan orang. Lebih banyak menyendiri. Karena itu, dia merasa tidak mendapatkan keadilan.

Selain itu, AA secara tegas mengatakan bahwa kinerja penegak hukum lamban untuk menuntaskan kasus yang dialami anaknyi. ”Januari saya laporkan. Tapi, sampai sekarang perkaranya belum tuntas. Pelakunya belum disidang,” katanyi beberapa waktu lalu.

Dia juga membantah jika tersangka dianggap sakit. Sebab, hingga saat ini pelaku itu masih sering mengikuti beberapa kegiatan. ”Waktu dipanggil penyidik, penasihat hukumnya membawa surat sakit. Katanya pelaku sakit darah tinggi,” bebernyi.

Perempuan itu mendapat informasi dari warga sekitar. Kakek itu sekarang sudah tinggal ke rumah anaknya di daerah Tambak Mayor. 

Ahli hukum pidana Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya M. Sholehuddin mengungkapkan, kebijakkan tidak menahan pelaku kejahatan yang telah ditetapkan tersangka itu merupakan kewenangan penyidik. Walau, kebijakan tersebut merupakan keputusan yang berisiko.

”Penahanan itu penilaian dari penyidik. Kalau penyidik tidak menahan, artinya penyidik sudah bertaruh dengan kewenangan. Ketika tersangka melakukan lagi tindak kriminalnya, ya konsekuensinya jabatannya bisa dicopot atasannya,” tegasnya. 

Sholehudin menambahkan, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seseorang yang sudah ditetapkan tersangka tidak harus ditahan. Penyidik punya subjektivitas untuk mengabulkan penangguhan penahanan. 

”Penahanan itu tidak wajib ketika seseorang masih menjadi tersangka. Aturannya KUHAP, itu tulisannya dapat ditahan. Dapat itu berarti tidak harus. Berarti di situ ada subjektivitas penyidik,” ucapnya.

Namun, penangguhan penahanan harus disertai dengan jaminan. Yakni, tersangka tidak melakukan perbuatan pidananya kembali, tidak melarikan diri, dan tidak menghilangkan barang bukti. ”Hal tersebut harus dijadikan pertimbangan penyidik,” tegasnya.

Sementara itu, Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Anton Elfrino saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sudah melimpahkan berkasnya ke Kejaksaan Negeri Tanjung Perak. Namun, berkasnya dinyatakan belum lengkap (P-19). ”Masih menunggu dilengkapi,”  katanya, Selasa, 7 Juni 2022.

Tapi, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Hamonangan Parsaulian membantah bahwa pihaknya melakukan P-19 terhadap berkas perkara tersangka. Ia mengungkapkan, saat ini hasil penyelidikan belum lengkap (P-18). Bukan P-19. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: